TEMPO.CO, Maluku Utara - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan PT Patria Maritime Lines, perusahaan kapal tugboat Brahma 12, sepakat membayar sejumlah uang pembebasan sepuluh anak buah kapal asal Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
"Kemarin sudah disepakati 50 juta peso atau setara dengan Rp 14,3 miliar, dan itu akan diserahkan di suatu tempat," ujarnya setelah Rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah dan Bupati-Wali Kota se-Maluku Utara di Ternate, Maluku Utara, Selasa, 19 April 2016.
Luhut mengatakan, kendati sudah ada kesepakatan untuk membayar tebusan tersebut, proses negosiasi antara perusahaan dan kelompok Abu Sayyaf hingga saat ini masih terus berlanjut. "Rabu atau Kamis ini masih akan ada pembicaraan lagi di antara kedua pihak," katanya.
Menurut Luhut, berdasarkan pemantauan dan komunikasi dengan pemerintah Filipina, tidak ada tenggat waktu pasti yang diberikan penyandera. "Motifnya kan sama seperti di Somalia. Mereka butuh uang tebusan," tuturnya.
Sepuluh WNI awak kapal pandu Brahma 12 diculik kelompok Abu Sayyaf sejak 26 Maret 2016. Mereka meminta tebusan 50 juta peso (sekitar Rp 14,3 miliar) untuk pembebasan sandera. Sepuluh awak kapal tongkang tersebut membawa 7.000 ton batu bara dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Filipina.
Luhut mengatakan pembebasan empat WNI lain yang merupakan ABK kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi, yang dibajak di perairan di perbatasan Malaysia dan Filipina, Jumat, 15 April 2016, oleh sempalan kelompok Abu Sayyaf, masih dalam tahap pengusutan untuk memastikan keberadaan pelaku dan korban sandera. "Yang empat orang masih kami usut. Yang sepuluh ini masih lebih lancar dibandingkan yang empat," ucapnya.
ABDUL AZIS