TEMPO.CO, Pekanbaru - Ratusan warga Kabupaten Rokan Hulu, Riau, mempertanyakan alasan pembatalan pelantikan pasangan bupati dan wakil bupati terpilih Suparman-Sukiman yang seharusnya dilaksanakan pada Selasa, 19 April 2016.
Koordinator masyarakat Rokan Hulu, Abdul Hamid, menilai Kementerian Dalam Negeri telah merampas hak masyarakat yang mengharapkan hadirnya pemimpin baru. Sebab, kata dia, tidak ada alasan bagi Kementerian membatalkan pelantikan Bupati Suparman dengan alasan status tersangka korupsi.
Dia membandingkan kondisi serupa saat Bupati Tomohon Jefferson Rumajar yang telah berstatus terdakwa tapi masih bisa dilantik oleh gubernurnya. "Secara hukum tidak ada alasan Kementerian Dalam Negeri membatalkan pelantikan Suparman," kata Abdul Hamid di hadapan pelaksana tugas Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman.
Menurut Abdul Hamid, ratusan warga Rokan Hulu yang berduyun-duyun datang ke Pekanbaru untuk menghadiri pelantikan bupatinya bersedih lantaran keputusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang dianggap penuh konspirasi politik. "Sudah satu minggu kami menerima undangan pelantikan, kami ikuti gladi bersih, tiba-tiba ada pemberitahuan tengah malam dibatalkan. Ini ada apa?" ujarnya.
Keberatan juga disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Rokan Hulu Zulkarnain. Dia mempertanyakan alasan Tjahjo membatalkan pelantikan bupati secara mendadak. Dia beralasan proses pilkada, mulai pendaftaran calon bupati hingga putusan Mahkamah Konstitusi, telah dijalani tanpa ada cacat hukum. "Ini tidak ada angin tidak ada hujan, Menteri Dalam Negeri membatalkan pelantikan."
Baca Juga:
Pelaksana tugas Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, menuturkan pelantikan Bupati Rokan Hulu tidak dibatalkan, tapi ditunda sampai batas waktu yang ditentukan. Menurut Arsyadjuliandi, penundaan pelantikan itu sesuai dengan hasil koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri dan penegak hukum. Untuk mengisi kekosongan sementara, Sekretaris Daerah Rokan Hulu ditunjuk sebagai pelaksana harian.
Arsyadjuliandi mengaku pemerintah Riau sebenarnya telah menyebar undangan dan menyediakan tempat di Gedung DPRD untuk pelantikan. Namun keputusan penundaan Kementerian Dalam Negeri itu mau tidak mau harus dilaksanakan pemerintah daerah.
"Sebagai perwakilan pemerintah pusat, kami harus melaksanakan keputusan, tapi keputusan ini bukan menghilangkan hak warga Rokan Hulu. Sifatnya hanya menunda pelantikan," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Riau telah mempersiapkan pelantikan pasangan kepala daerah Pelalawan terpilih, Haris-Zardewan, dan Rokan Hulu terpilih, Suparman-Sukiman. Namun, pada Jumat, 8 April 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan penetapan status tersangka kepada Suparman dalam kasus pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan 2014/2015.
Saat itu Suparman masih menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau. Bersama Suparman, KPK menetapkan tersangka Ketua DPRD Riau periode 2009-2014 Johar Firdaus.
Kasus suap pembahasan APBD Riau sudah bergulir sampai ke pengadilan. Sebelumnya, KPK telah mentersangkakan bekas Gubernur Riau Annas Maamun dan bekas anggota DPRD Riau dari Fraksi PAN, Ahmad Kirjuhari. Pengadilan Negeri Pekanbaru telah menjatuhkan vonis terhadap Kirjuhari dengan hukuman penjara selama empat tahun. Kirjuhari terbukti menerima Rp 1 miliar lebih 10 juta dari Annas Maamun.
RIYAN NOFITRA