TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Aziz mengaku sudah melaporkan soal masuknya nama dia di dokumen Panama Papers kepada Presiden Joko Widodo. "Saya sudah lapor ke Presiden tadi," katanya setelah menemui Presiden di kompleks Istana, Kamis, 14 April 2016.
Menurut Harry, kepada Presiden Jokowi pula, Harry mengaku bercerita bahwa ia sudah melaporkan masalah itu kepada Direktur Jenderal Pajak. Menurut Harry, dalam pertemuan itu, Presiden mengatakan, jika tidak ada kerugian negara, hal itu tidak menjadi masalah. "Terserah Presiden. Kata Presiden, ‘Kalau tidak ada kerugian negara, ya, tidak apa-apa, Pak Harry’," katanya.
Harry dan sejumlah pemimpin BPK menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu, BPK menyerahkan hasil pemeriksaan semester II 2015. Pertemuan tersebut baru dimulai sekitar pukul 14.35. Harry didampingi sejumlah anggota BPK yang lain, yaitu Sapto Amal Damandari, Agung Firman, Agus Joko Pramono, Eddy Mulyadi Soepardi, Rizal Djalil, Moermahadi Soerja Djanegara, Bahrullah Akbar, dan Achsanul Qosasi.
Dalam dokumen Panama Papers, Sheng Yue International Limited diduga sebagai perusahaan milik Harry Azhar Aziz yang didirikan di yurisdiksi bebas pajak, yang diduga bertujuan menghindari pembayaran pajak kepada negara. Dokumen ini diketahui berasal dari sebuah firma hukum kecil tapi amat berpengaruh di Panama, yang bernama Mossack Fonseca. Firma ini memiliki kantor cabang di Hong Kong, Zurich, Miami, dan 35 kota lain di seluruh dunia.
Selain Harry, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Airlangga Hartanto, dan Fraksi Partai NasDem, Jhonny G. Plate, turut disebut dalam dokumen Panama Papers. Airlangga tercatat sebagai beneficial owner dua perusahaan, yakni Smart Property Holdings Limited dan Buckley Development Corporation. Smart Property didaftarkan pada 8 Oktober 2012 melalui agen Coutts & Co Trustees (Jersey) Limited. Adapun Buckley diregistrasi pada 4 September 2010 dengan dua pemegang saham, yakni Fidelis dan Magnus Nominees Limited.
ANANDA TERESIA