TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebut mereka “Geng STOP”—akronim huruf pertama nama empat politikus ini. Mereka pejabat teras DPRD yang disebut-sebut menabur suap dan mengarahkan politikus menyetujui Rancangan Peraturan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
BACA: TERKUAK: Aguan Diduga Dalang Suap Reklamasi, Ini Buktinya
Aksi mengarahkan untuk menyetujui rancangan aturan soal reklamasi Teluk jakarta itu, termasuk di dalamnya gerakan mobilisasi agar para politikus di Kebon Sirih--sebutan untuk kantor Dewan- menyetujui menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen, yang diinginkan pengembang.
Keempat orang itulah yang diduga sosok yang diundang Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group, bertemu di teras belakang rumahnya di Jalan Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, persis di dekat pusat Buddha Tzu Chi yang didirikannya.
BACA: TERUNGKAP: Begini Percakapan Sunny Tanuwidjaja dan Aguan
Mereka membahas kemungkinan menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen. Pembahasan Raperda itu alot selama Januari hingga Maret 2016. Gubernur Ahok bertahan di angka 15 persen. Tapi dalam draf terakhir, nilai kontribusi sudah hilang dan akan diatur dalam peraturan gubernur.
Perantara pertemuan adalah Mohamad Sanusi, politikus Partai Gerindra yang menjadi tersangka suap Rp 2 miliar. Hingga Sanusi ditangkap terkait kasus suap proyek reklamasi itu, KPK mendeteksi ada tiga kali distribusi suap kepada anggota DPRD, melalui para pimpinan Dewan.
1. MOHAMAD SANGAJI ALIAS ONGEN
Ongen adalah Ketua Fraksi Partai Hanura di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Ketua Hanura Jakarta. Ia juga bergabung dalam Badan Legislasi Daerah, yang menggodok sejumlah rancangan peraturan daerah. Ongen pernah memimpin pengajuan hak angket atas Basuki Tjahaja Purnama.
* “Pertemuan itu ada, saya sudah jelaskan kepada KPK,” kata Ongen di Jakarta, Rabu, 13 April 2016.
2. SELAMAT NURDIN
Karier politik Selamat di parlemen dimulai pada 2009. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini anggota Komisi Transportasi. Pada 2014, Selamat kembali terpilih menjadi anggota Dewan dan menjadi ketua fraksi. Ia bergabung sebagai anggota Komisi C, yang membidangi keuangan, sekaligus menjadi ketua panitia khusus pembahasan reklamasi.
* Selamat Nurdin tak menyangkal atau membenarkan pernyataan Ongen, yang membenarkan pertemuan itu. Ia menunjuk Prasetyo yang bisa menjelaskan. “Dia bosnya, dia juga bekerja di sana,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
3. MOHAMAD TAUFIK
Politikus Partai Gerindra ini menjadi anggota Dewan sejak 2014 dari Partai Gerindra. Sebelumnya, ia bergabung dengan Partai Keadilan dan Persatuan. Taufik pernah tersangkut kasus korupsi saat menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada 2010, dan ditahan selama 1,5 tahun. Pada 2014, ia terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD dan Ketua Badan Legislasi.
* Taufik menghilang dan jarang terlihat di kantornya sejak Mohamad Sanusi, tersangka suap reklamasi sekaligus adiknya, ditangkap KPK. Usai diperiksa KPK, Selasa, 12 April 2016, dia mengaku tak tahu menahu tentang uang suap untuk anggota DPRD.
4. PRASETYO EDI MARSUDI
Prasetyo mulai berkantor di Kebonsirih pada 2013. Ia menggantikan anggota Fraksi PDI Perjuangan, Maringan Pangaribuan, yang mundur. Dia menjadi Ketua DPRD karena berasal dari PDIP, partai pemenang Pemilu 2014.
* Prasetyo menolak mengkonfirmasi. Ia tak menjawab pertanyaan seusai memimpin rapat paripurna, Rabu, 13 April 2016. Dua hari sebelumnya, Prasetyo menjelaskan ia ditanya KPK seputar penangkapan Sanusi dan penurunan kontribusi tambahan pengembang reklamasi.
TIM TEMPO | PUTRI ADITYOWATI
BERITA MENARIK
Kisah Getaran Cinta, Asmara Berliku Agus Leo & Misye Arsita
Kenapa Orang-orang Ini Kesal dan Merasa Ditipu Ridwan Kamil
Ditangkap KPK, Jaksa Deviyanti Ternyata Sering Berjualan Kue