TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz, menolak datang ke Muktamar VIII atau Muktamar Islah di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, karena menganggap acara tersebut ilegal. Muktamar VIII, yang diadakan pada Ahad, 10 April 2016, hanya dihadiri Ketua Umum PPP hasil Muktamar Surabaya, Romahurmuziy.
"Kalau diundang ke tempat haram, saya enggak mau deh ikut-ikutan. Ya jangan ke tempat yang haram dan melanggar semua keputusan hukum," ujar Djan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 13 April 2016.
Selain itu, Djan mengatakan, ia akan memberikan jabatan yang ditawarkan Ketua Umum PPP yang terpilih dalam Muktamar VIII, Romahurmuziy, kepada sopir pribadinya. "Kalau betul memang beliau ikhlas menawarkan jabatan untuk saya, ya saya terima. Lalu saya kuasakan ke sopir saya untuk menduduki jabatan tersebut," tuturnya.
Ahad lalu, Romahurmuziy mengatakan akan mengundang Djan Faridz dalam kepengurusan Dewan Pengurus Pusat PPP. "Secepatnya hari ini," kata Romy—sapaan Romahurmuziy—setelah menutup Muktamar VIII di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Ahad, 10 April 2016.
Pembukaan muktamar tersebut juga dihadiri Presiden Joko Widodo dan ditutup Wakil Presiden Jusuf Kalla. Berdasarkan pembahasan dengan Kalla, Romy meminta Djan membuka lembaran baru partai. Kalla, kata Romy, juga telah menghubungi Djan untuk islah. "Beliau (Jusuf Kalla) juga berinisiatif menghubungi Pak Djan Faridz agar ‘sudahlah, yang lalu sudah berlalu’," ujar Romy.
Romahurmuziy terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum PPP dalam Muktamar VIII. Setelah terpilih, Romi menegaskan bahwa bagian kepengurusan disediakan bagi Djan agar tidak ada lagi perpecahan. "Di mana pun posisi yang membuat dia nyaman," tuturnya. Selain Djan, Romi mengajak Wardatul Asriah, istri Suryadharma Ali, untuk mendampinginya dalam kepengurusan. Wardah pun menyetujuinya.
ARIEF HIDAYAT | ARKHELAUS W