TEMPO.CO, Blitar – Ratusan rumah di tiga kecamatan di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, terendam air bercampur lumpur. Banjir yang merendam Kecamatan Wonodadi, Srengat, dan Udanawu itu terjadi sejak Selasa dinihari, 12 April 2016, akibat luapan air dari sungai irigasi. Sungai tersebut tak mampu menampung air curah hujan pada malam harinya. “Air masuk pertama kali menjelang subuh,” kata Solichan, warga Desa Kunir, Kecamatan Wonodadi, Selasa siang.
Menurut Solichan, air bergerak cepat menggenangi rumah-rumah di Desa Kunir, Pikatan, Kolomayan, dan Tawangrejo di Kecamatan Wonodadi, yang bersebelahan dengan Desa Togogan, Pakisrejo, Kerjen, Purwokerto, dan Karanggayam, Kecamatan Srengat. Warga berhamburan ke luar rumah untuk memeriksa debit air yang terus meninggi.
Banjir juga merendam badan jalan akses utama Kediri–Blitar. Warga sempat menutup jalur tersebut hingga melumpuhkan arus lalu lintas. Menurut warga, penutupan jalan untuk menyelamatkan pemilik kendaraan, khususnya roda empat, agar tak mogok.
Hingga Selasa sore ketinggian air masih selutut orang dewasa. Kendati air kian surut, tapi warga tetap berjaga-jaga dengan menyelamatkan barang-barangnya jika sewaktu-waktu banjir susulan kembali datang. “Khawatir hujan deras lagi seperti semalam,” kata Tatik, warga Karanggayam.
Banjir juga membuat lele dan gurami milik warga lepas dari kolam. Padahal ikan-ikan tersebut telah memasuki masa panen. Diperkirakan kerugian akibat hanyutnya ikan-ikan ini mencapai tiga ton dengan nilai ratusan juta.
Selain ikan, sedikitnya seribu ekor ayam petelur milik peternak di Desa Karanggayam juga ludes. Ayam-ayam ini mati setelah hampir seluruh bagian kandang terendam luapan air. Para peternak mengaku tak bisa menyelamatkan ayamnya karena air bergerak cepat. “Semoga ada ganti rugi dari pemerintah,” kata Mudjiono, seorang peternak, pasrah.
Kepala Desa Karanggayam Nurkhamim mengatakan banjir ini merupakan kedua kalinya sejak 1990. Menurut dia, arus air tidak lancar karena kondisi selokan banyak ditumbuhi pohon. Nurkhamim juga menyayangkan tidak adanya aparat pemerintah yang meninjau lokasi bencana.
HARI TRI WASONO