TEMPO.CO, Palembang -- Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menyayangkan aksi illegal loging atau pembalakan liar di kawasan Taman Nasional Sembilang. Menurutnya Akibat dari peristiwa tersebut, kehidupan ribuan burung migran dari Australia hingga Rusia menjadi terancam. Tidak hanya itu, kehadiran artis sekaligus duta lingkungan dunia Leonardo Dicaprio terpaksa ditunda. "Seharusnya Leonardo akan ke sana tapi bagaimana kita undang dia kalau di sana sedang rusak," kata Alex, Kamis, 31 Maret 2016.
Alex Noerdin mengaku bertemu Leonardo DiCaprio di acara Konferensi Perubahan Iklim Dunia CoP 21 di Paris. Ketika itu sebagai pegiat lingkungan Leonardo mewawancari tiga orang terkait dengan isu lingkungan. Selain Alex, ia juga mewawancarai secara khusus AlGore dan Wali Kota Berlin, CeO Unilever Paul Polman. Dalam kesempatan itu Leonardo menyatakan keinginannya untuk menikmati alam Sembilang.
Baca juga: Leonardo DiCaprio Dapat Sambutan di Taman Gunung Leuser
Alex mengatakan Senin lalu ia bersama Panglima Kodam II Sriwijaya dan Kapolda Sumsel telah melakukan rapat untuk mengantisipasi perluasan pembalakan liar.
Dalam rapat terungkap, setidaknya 12 ribu hektare hutan di kawasan tersebut sudah dibabat. Ia menduga ada aktor utama sebagai pemodal di balik pembalakan tersebut karena di lokasi ditemukan barang bukti sejumlah alat berat dan sarana pendukung lainnya. Dia meminta aparat menghentikan dan menelusuri pelaku utamanya. "Pembalakan liar ini terencana dan dibiaya oleh aktor," ujar Alex.
Sementara itu Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Hadi Jatmiko meragukan keseriusan aparat dalam menindak pembalakan liar. Menurut dia, pembalakan liar tidak hanya berlangsung di Sembilang tapi juga di daerah lainnya. Jika serius, kata dia, kegiatan ilegal itu bisa ditemukan. "Namun sayangnya sangat minim tindakan penegakan hukum," kata Hadi.
Baca juga: Empat Jam di Leuser, Ini Kegiatan Leonardo DiCaprio
Pembalakan liar merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan utamanya sumber daya air. Sepanjang 2014-2015, Walhi mencatat seluruh daerah di Sumatera selatan mengalami persoalan itu. Penyebab kerusakan wilayah serapan air, hutan, dan lahan kebanyakan karena ulah perkebunan sawit skala besar, pertambangan batu bara, dan hutan tanaman industri (HTI) yang saat ini izinnya mencapai 6 juta hektare. Selain itu, industri yang terus menerus membuang limbahnya ke sungai.
"Kota Pagar Alam merupakan wilayah yang paling sering mengalami persoalan terkait air, yakni sebesar 15 persen," ujarnya.
PARLIZA HENDRAWAN