TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara periode 2009-2014 Ajib Shah mengungkapkan ada istilah ‘uang ketok’ dalam proses penganggaran di lembaga legislatif di daerah. Bahkan dia menyebut istilah ‘uang ketok’ itu sudah jamak diketahui oleh kalangan DPRD se-Indonesia.
"‘Uang ketok’ itu sudah tradisi di Indonesia,” kata Ajib saat menjadi saksi di persidangan terhadap politikus Partai Amanat Nasional Sumatera Utara, Kamaluddin Harahap, Rabu, 30 Maret 2016. “Jadi semua anggota DPRD menerima, kalaupun enggak menerima, itu tergantung dari individunya."
Ajib mengakui pernah menerima ‘uang ketok’ saat menjabat di DPRD Sumatera Utara. ‘Uang ketok’ yang dia maksudkan adalah dana pemulus pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam dakwaan Kamaluddin Harahap, terungkap besaran uang pemulus untuk persetujuan laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Sumatera Utara Tahun 2012. Para anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebesar Rp 12,5 juta dan Sekretaris Fraksi masing-masing Rp 17,5 juta. Adapun Ketua fraksi mendapat bagian Rp 20 juta. Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapat Rp 40 juta, dan Ketua DPRD memperoleh Rp 77,5 juta.
Pada 2013, untuk Persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2013, masing-masing anggota DPRD mendapat bagian Rp 15 juta. Badan anggaran mendapat tambahan Rp 10 juta, sekretaris fraksi sebesar Rp 10 juta, dan ketua fraksi mendapatkan Rp 15 juta. Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapat tambahan Rp 50 juta, Ketua DPRD Rp 150 juta.
Pada 2014, masing-masing anggota DPR mendapat bagian Rp 50 juta, Badan Anggaran DPRD Rp10 juta, dan sekretaris fraksi Rp 10 juta. Ketua fraksi masing-masing mendapat tambahan Rp 15 juta, Wakil Ketua DPRD Rp 75 juta, dan Ketua DPRD Rp 200 juta.
ARIEF HIDAYAT