TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan sedang menelusuri jaringan suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tersangka Damayanti Wisnu Putranti.
"Kami ingin mempelajari jaringannya lebih luas dan mendalam, dan kami mohon publik untuk sedikit bersabar," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di auditorium KPK, Selasa, 29 Maret 2016.
Laode membantah KPK tebang pilih dalam menetapkan tersangka baru kasus ini. "Kami berlima sepakat, tidak mau membeda-bedakan orang. Kalau ada peran yang layak, pasti tidak bisa bilang kalau dia lagi sial," ujarnya.
Namun, di sisi lain, Laode juga tak ingin publik menzalimi KPK. "Belum tentu semua yang diperiksa KPK memenuhi unsur sebagai tersangka," ujarnya.
Pada Selasa, 29 Maret 2016, KPK memanggil sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai saksi kasus korupsi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2016. Sesuai dengan jadwal pemeriksaan, hari ini KPK memanggil Musa Zainudin, anggota Komisi V DPR; Epyardi Asda, anggota DPR RI F-PPP; dan Fauzih H. Amro, anggota DPR RI Komisi V.
"Iya benar, saksi yang dipanggil untuk BSU (semuanya) dari anggota DPR," ujar Pelaksana Harian Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, kepada wartawan, Rabu, 2 Maret 2016. Pukul 09.45 WIB, salah satu anggota DPR RI dari Fraksi PPP, Epyardi Asda, terlihat memasuki gedung KPK. Epyardi datang mengenakan kemeja batik dan duduk di lobi.
Budi Supriyanto merupakan satu dari dua anggota DPR yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK atas kasus korupsi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2016. Sebelumnya ada Damayanti Wisnu Putranti yang juga menjadi tersangka pada kasus serupa.
KPK resmi menetapkan Damayanti sebagai tersangka penerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir pada Kamis, 14 Januari 2016. KPK mencokok Abdul Khoir bersama Damayanti dan dua asistennya, yakni Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini, awal Januari 2016. Total uang yang diamankan saat operasi tangkap tangan tersebut sebesar Sin$ 99 ribu.
Sedangkan anggota Komisi V DPR RI Budi Supriyanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2016 oleh KPK pada awal Maret 2016. "Penyidik KPK menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan BSU (Budi Supriyanto), anggota DPR periode 2014-2019, sebagai tersangka," ujar Yuyuk kepada wartawan di gedung KPK, Rabu, 30 Maret 2016.
Budi, kata Yuyuk, diduga menerima hadiah atau janji dari AKH. Diketahui AKH adalah Abdul Khoir, Chief Executive Officer PT Windhu Tunggal Utama (WTU). "AKH memberi hadiah kepada BSU agar memperoleh proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," ujar Yuyuk.
Saat itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan total commitment fee atau uang yang telah dikucurkan Abdul Khoir sebesar Sin$ 404 ribu. Agus menuturkan pemberian suap tersebut bukanlah yang pertama. Dia menegaskan, para tersangka diduga kuat terlibat kasus suap terkait dengan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum.
KPK menjerat Budi, Damayanti, Julia, dan Dessy dengan Pasal 12-a atau 12-b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-satu KUHP. Sedangkan Abdul Khoir disangka melanggar Pasal 5 ayat 1-a atau 1-b atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ARIEF HIDAYAT