TEMPO.CO, Klaten -Tiga pekan sudah Siyono, warga Dukuh Brengkuangan, Pogung, Cawas, Klaten, Jawa Tengah, tewas oleh anggota Densus Antiteror. Namun istri Siyono, Fida, masih berkeras menempuh jalur hukum. Padahal sejumlah pihak menginginkan Fida menerima kematian Siyono yang dituduh kepolisian RI sebagai panglima teroris di kawasan timur.
“Akhir-akhir ini sudah tidak ada polisi yang kemari. Tapi kemarin (Ahad) malam Bapak (Marso, ayah Siyono) diundang Kepala Desa,” kata Fida, istri Siyono, kepada Tempo, Senin 28 Maret 2016 lalu. Fida tak ikut dalam pertemuan. Menurut Fida, Marso diminta membujuk dirinya agar mau mengikhlaskan kematian Siyono.
Siyono, 33 tahun, tewas dalam status tahanan Detasemen Khusus Antiteror Mabes Polri. Dia meninggal saat proses pemeriksaan oleh Densus 88, Jumat, 11 Maret 2016. Polri mengatakan Siyono tewas dalam perjalanan ke rumah sakit setelah berkelahi dengan seorang anggota Densus yang mengawalnya. Versi Kepolisian RI, perkelahian terjadi ketika Siyono diminta menunjukkan lokasi persembunyian rekannya. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) dan Komnas HAM menemukan kejanggalan dalam kematian Siyono.
Baca:
Apa Saja Kejanggalan dalam Kematian Siyono, Terduga Teroris?
Komnas HAM Pertanyakan Surat Penangkapan Siyono
Fida kekeuh menempuh jalur hukum atas kematian suaminya yang terkesan janggal. Sejak menjemput jenazah suaminya di RS Polri Kramat Jati Jakarta, Sabtu tiga pekan lalu, Fida menolak menandatangani surat persetujuan untuk mengikhlaskan kematian Siyono. Dua gepok uang dalam bungkus kertas koran yang diberikan polisi sebagai bantuan untuk biaya hidup sehari-hari dan mengurus jenazah Siyono segera dititipkan Fida pada anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menemuinya beberapa waktu lalu.
Fida tidak goyah pendiriannya meski keluarga suaminya berkali-kali menyatakan ikhlas dan tidak akan menuntut siapapun. “Saya sudah salat Istiqaroh selama beberapa hari. Saya positif akan menempuh jalur hukum. Kuncinya ada pada saya sebagai istri. Begitu juga sebaliknya, kalau istrinya yang meninggal, kuncinya ada pada suami,” kata dia.
Baca:
Komnas HAM Masih Investigasi Kasus Siyono
DPR Panggil Kapolri Ihwal Tewasnya Siyono Terduga Teroris
Keputusan Fida bertolak belakang dengan sikap kakak Siyono, Wagiyono. Dua kali ditemui Tempo pada dua pekan lalu, Wagiyono menyatakan kematian Siyono sebagai takdir. Dia tidak setuju makam adiknya musti digali untuk keperluan outopsi. Wagiyono mengaku keputusannya bukan akibat dari tekanan pihak manapun.
Kepala Desa Pogung, Joko Widoyo, belum dikonfirmasi mengenai udangannya kepada Marso pada Ahad malam lalu. Joko tak berada di tempat kerja saat Tempo selama hampir satu jam di kantornya, Selasa pagi. Saat dihubungi, istrinya mengangkat ponsel. “Ponselnya tertinggal di rumah,” kata istri Joko.
Sekretaris Desa Pogung, Hartana, mengatakan pemerintah desa tak mencampuri urusan keluarga Siyono dalam memutuskan sikap pasrah atau menuntut keadilan. “Dari pemerintah desa atau dari pihak manapun tidak ada yang menekan keluarganya (Siyono),” kata Hartana.
DINDA LEO LISTY