TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Fahira Idris, meminta Presiden Joko Widodo menyiapkan cetak biru perlindungan anak. Hal ini untuk mengantisipasi eksploitasi terhadap anak yang cenderung meningkat dan menaikkan status eksploitasi anak sebagai kasus luar biasa.
"Saya sudah berkali-kali mengingatkan Presiden, Indonesia butuh blue print perlindungan anak dan menaikkan kasus eksploitasi anak sebagai kasus luar biasa," kata Fahira di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 28 Maret 2016.
Presiden bisa lebih serius memberi perlindungan kepada anak. Caranya, mencontoh negara-negara Eropa menggalang relawan untuk anak-anak dari tingkat rukun tetangga. "Volunteer ini direkrut dan ditugasi mengawasi anak-anak. Ada yang aneh, ada yang tidak sekolah, dan mereka mendapat keringanan pajak," Fahira berujar.
Fahira menyayangkan sikap Presiden yang selalu mengandalkan kementerian dan dinas-dinas di bawahnya. Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak berjalan efektif. "Undang-undang tidak menurunkan korban, tapi malah menaikkan. Pelaksanaan di lapangan yang kurang."
Baca Juga: Kisah Anak yang Dieksploitasi Jadi Joki dan Pengamen Jalanan
Kasus eksploitasi terhadap anak-anak kembali mengemuka setelah Kepolisian Resor Jakarta Selatan menangkap empat tersangka kasus eksploitasi anak. Dalam operasi yang dilakukan Polres Jakarta Selatan ini, ditetapkan empat orang tersangka, dua perempuan, dan pasangan yang mengaku sebagai suami-istri.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise turun tangan. Ia berencana membentuk satuan tugas (satgas) untuk mendeteksi tindakan eksploitasi anak di jalanan tahun ini.
Yohana mengatakan satgas itu akan menyasar hingga ke desa untuk melihat potensi pelanggaran terhadap anak. "Kami bekerja sama dengan pihak Paud setempat. Kami membuat TOT untuk membantu penyuluhan di lapangan," kata Yohana di Rumah Perlindungan Sosial Anak Jakarta, Ahad kemarin.
ARKHELAUS W.