TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mendesak Komisi Yudisial berperan lebih aktif dalam seleksi calon Hakim Agung. Selama ini, Komisi Yudisial dinilai hanya berperan sebagai “kotak pos” yang menerima surat dari Mahkamah Agung, lalu menyeleksi calon Hakim Agung berdasarkan permintaan, sebelum diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dipilih.
"Kami menolak KY (Komisi Yudisial) jadi semacam kotak pos," kata peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan, Liza Farihah, di Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Ahad, 27 Maret 2016. Menurut dia, Komisi Yudisial juga memiliki wewenang menyeleksi calon Hakim Agung.
Karena itu, KPP mendorong Komisi Yudisial memetakan calon-calon Hakim Agung yang berpotensi. "Kami mendorong KY sebelum menyeleksi, kerja sama dengan MA untuk memetakan," kata peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Miko Ginting, di tempat yang sama.
Terpilihnya komisioner KY yang baru, kata peneliti dari Indonesian Legal Roundtable, Erwin Nastomal, seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki hubungan KY dengan Mahkamah Agung yang selama ini panas-dingin. "Ini momentum karena komisioner yang baru tak punya beban," ucapnya.
MAYA AYU PUSPITASARI