TEMPO.CO, Bandung - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil angkat bicara ihwal pembubaran pantas seni pantomim pada Ahad, 27 Maret 2016 kemarin. Menurut Ridwan Kamil, polisi tidak salah dalam bertindak. Pasalnya setiap pementasan seni juga harus disertai izin. "Jadi ikuti prosedur saja. Apakah sudah mengikuti prosedur apa belum," kata Ridwan Kamil di Hotel Grand Royal Panghegar, Kota Bandung, Senin, 28 Maret 2016.
Ridwan Kamil menjelaskan, sebagai Wali Kota dia sebenarnya tidak akan membatasi kebebasan berekspresi warganya. Tapi, lanjutnya, pihak kepolisian punya kewenangan lain dari sektor keamanan. "Kalau saya inginnya kebebasan ini bertanggungjawab," tuturnya.
Ditunjuknya Kota Bandung sebagai Kota Hak Asasi Manusia (HAM), kata Ridwan Kamil, bukan berarti tidak ada pelanggaran HAM di Kota Bandung.Hal tersebut menurut dia masih dalam proses. "Bukan berarti sudah ramah HAM. Justri ini saya membangun fondasi, mari kita menuju kota HAM. Deklarasi itu bukan berati kita sudah kota ham. Kita mulai pijakan pertama menuju kota HAM dengan standar yang tidak tanggung-tanggung, standar PBB," katanya.
Polisi menghentikan pentas pantomim yang dilakoni seniman pantomim Wanggi Hoediyatno Boediardjo pada Ahad, 27 Maret 2016. Polisi beralasan tidak ada pemberitahuan tentang kegiatan tersebut.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Komisaris Besar Angesta Romano Yoyol mengatakan polisi terpaksa menghentikan pentas sebab penyelenggara tidak memberitahukan polisi ihwal kegiatan tersebut.
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung mengecam Kepolisian Sektor Sumur Bandung yang membubarkan paksa aksi Perayaan Tubuh 2016 di Jalan Asia Afrika, Minggu malam, 27 Maret 2016. AJI Bandung menilai, tindakan tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.
Perayaan Tubuh 2016 diperingati seniman Bandung yang tergabung dalam Awak Inisiatif Art Movement dengan melakukan pertunjukan seni olah tubuh. Sembilan seniman memulai pertunjukan dari Monumen Titik Nol Kilometer Kota Bandung, Jalan Asia Afrika pada pukul 19.50 WIB. Mereka rencananya akan bergerak menuju bekas gedung Plaza Palaguna yang berjarak kurang lebih 300 meter dari titik start.
Dalam siaran pers AJI Bandung, salah satu seniman yang terlibat dalam aksi itu, Wanggi Hoediyatno mengatakan, menjelang titik akhir mereka berhenti di depan Tugu Asia Afrika. Di samping Gedung Merdeka itu, aksi pertunjukan mereka mengundang perhatian warga. Ketika mereka tengah menyampaikan pesan perdamaian dan anti kekerasan pada penonton, seorang anggota polisi satuan lalu lintas menghampiri seorang seniman untuk meminta pertunjukan diakhiri karena mengganggu ketertiban umum.
Wanggi kemudian memutuskan untuk mengakhiri pertunjukan sekitar pukul 21.20 WIB. Setelah itu kata seniman pantomim tersebut, empat anggota polisi mendatangi mereka sambil berteriak agar mereka bubar.
Kelompok seniman itu kemudian membereskan properti pertunjukan dan bersiap pulang menuju Gedung Indonesia Menggugat. Namun di tengah perjalanan pulang, Wanggi diberhentikan oleh dua anggota polisi berpakaian sipil, diminta untuk naik ke sebuah mobil berwarna hitam, dan dibawa menuju Markas Polsekta Sumur Bandung.
Di Markas Polsekta Sumur Bandung, Wanggi mengaku diinterogasi oleh anggota dari unit intelkam. Polisi menanyai identitas diri Wanggi dan tujuan kegiatan. Menurutnya, polisi membubarkan paksa kegiatan tersebut karena tidak mendapatkan surat pemberitahuan sebelumnya. Setelah dibuatkan berita acara interogasi, Wanggi kemudian dilepaskan.
AJI Kota Bandung mengecam tindakan Kepolisian Sektor Sumur Bandung tersebut. Alasannya, setiap warga negara berhak untuk berekpresi, menyampaikan pendapat dan berkesenian serta berkebudayaan di ruang-ruang publik. Hak ini pun diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28.
Polisi, sesuai dengan pasal 1 dan 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dengan jelas menyatakan Kepolisian bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
PUTRA PRIMA PERDANA | ANWAR SISWADI