TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menandatangani nota kesepahaman dengan Jaksa Agung HM Prasetyo terkait dengan penegakan hukum dan pemulihan aset, Kamis, 24 Maret 2016.
Dalam kesepakatan tersebut, ada empat poin yang disetujui keduanya, yaitu penegakan hukum, penerangan dan penyuluhan hukum, pertukaran data dan informasi, perdata dan tata usaha negara, serta pemulihan aset. "Nilai kesepahaman ini penting untuk Kementerian Perhubungan," kata Jonan saat memberi sambutan.
Dari empat poin tersebut, Jonan mengatakan yang paling penting adalah soal pemulihan aset. Ia menyatakan banyak aset Kementerian Perhubungan yang tercecer. Karena itu, ia meminta Jaksa Agung untuk membantunya menata ulang aset-aset negara itu.
Masalah aset negara yang tercecer, kata Jonan, sering kali soal sengketa lahan. "Perluasan tanah sertifikat di Kementerian Perhubungan, tapi penguasaan di orang lain," katanya.
Teknis pemulihannya, kata Jonan, adalah dengan memverifikasi data-data yang dimiliki Kementerian Perhubungan dan Kejaksaan Agung. Sehingga nantinya tak ada orang yang bisa sembarangan mengklaim aset milik negara.
Selanjutnya adalah masalah di Tata Usaha Negara (TUN). Dalam kesepakatan ini, Jaksa Agung bersedia menyediakan pengacara untuk Kementerian Perhubungan jika tersangkut kasus di TUN.
Jonan mengatakan pertukaran data dengan Kejaksaan Agung penting karena kejaksaan memiliki unit intelijen. "Kami perlu untuk pengamanan dan peningkatan transportasi," katanya.
Sementara itu, Prasetyo mengatakan, ke depannya, antara Kejaksaan Agung dan Kementerian Perhubungan akan saling memberi dan menerima. "Banyak yang akan kami lakukan bersama. Kejaksaan membuka diri untuk mendampingi Kementerian Perhubungan," katanya.
Prasetyo menilai, luasnya jaringan Kementerian Perhubungan sangat dibutuhkan kejaksaan dalam meneliti kasus-kasus yang mereka hadapi saat ini. Terlebih, kata Prasetyo, kejaksaan sering sekali mendapat perlawanan dari berbagai pihak.
MAYA AYU PUSPITASARI