TEMPO.CO, Bandung—Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Surabaya Romahurmuziy alias Romy menilai gugatan ganti rugi Rp 1 triliun yang dilayangkan oleh Ketua Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz, kepada pemerintah tidak etis.
“Kita berharap agar Pak Djan Faridz segera kembali ke jalan yang benar, kembali pada seruan para pendiri dan sesepuh partai. Apalagi tak etis sebagai pendatang baru terus mempertahankan pendapatnya di tenah seluruh sesepuh dan senior partai sudah turun gunung,” kata dia di Bandung, Rabu, 23 Maret 2016.
Romahurmuziy mengklaim seluruh senior dan sesepuh PPP sudah meminta kedua kubu untuk kembali bersatu. “Saya perlu mengatakan ini karena sebagai pendatang baru adalah tak elok mengingkari pepundhen yang sudah jelas-jelas menghendaki semuanya bersatu kembali,” kata dia.
Menurutnya rangkaian pertemuan antara perwakilan dua kubu yang difasilitasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diklaim sudah mengerucut pada kesepakatan menggelar muktamar sebagai bentuk islah dua kubu yang bertikai.
Dia optimistis dekralarasi islah akan dilakukan dua kubu dalam waktu dekat, disusul dengan pelaksanaan muktamar yang direncanakan bulan depan. “Dalam waktu dekat mungkin akan ada deklarasi islah yang akan kita umumkan bersama dalam bentuk pelaksanaan muktamar yang akan diselenggarakan pada waktu yang akan ditentukan,” kata dia.
Menurut Romahurmuziy, islah kedua kubu PPP berujung pada muktamar. “SK (Surat Keputusan) Menkumham tanggal 17 Februari memastikan kepengurusan ini memiliki batas waktu lima tahun mengikuti periode 2011 sampai 2016. Dan satu-satunya penyelesaian untuk islah PPP adalah muktamar yang laksanakan oleh kepengurusan yang dibentuk lima tahun lalu di Bandung,” kata dia.
Romahurmuziy menuturkan sengaja mempercepat islah untuk mengejar tahapan pilkada serentak gelombang dua pada 2017. Tahapan pilkada dimulai pada Mei. “Kita akan memastikan bahwa urusan pilkada pada bulan Mei itu PPP akan berpartisipasi penuh dengan mendapatkan kepengurusan yang definitif pada bulan April atau sebelum Mei,” kata dia.
Pada pelaksanaan Muktamar islah nanti, Romahurmuziy mengatakan tetap mengundang Djan Faridz. Menurut dia, kubunya tidak pernah ingin meninggalkan Djan meskipun, kata Romy, bekas Menteri Perumahan Rakyat itu terus melakukan upaya untuk meninggalkan kubunya. "Tapi kita tetap upayakan akan mengajak sampai mutamar nanti dilakukan,” kata dia.
Sebelumnya, PPP kubu Djan Faridz menggugat pemerintah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tuntutan ganti rugi materiil dan imaterial dari pemerintah sebesar Rp 1 triliun. Kuasa hukum PPP kubu Djan Faridz, Humprey Djemat, mengatakan kliennya dan Sekretaris Jenderal Dimyati Natakusumah menggugat Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Politik Luhut Binsar Pandjaitan, serta Menteri Hukum Yasonna Laoly lantaran diduga melakukan perbuatan melawan Hukum. "Kami menyatakan ada pemerkosaan hak yang terus dilakukan pemerintah terhadap klien kami," tuturnya.
Humprey berujar pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak mengakui kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta, yang memilih Djan Faridz menjadi ketua umum, sebagai kepengurusan yang sah. "Kami menganggap bahwa ini adalah perbuatan melawan hukum, sehingga kami menuntut ganti rugi materiil dan imateriil."
Gugatan itu merupakan kelanjutkan dari konflik internal PPP setelah Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 17 Oktober 2014. Karena Suryadharma sebagai ketua umum berhalangan tetap, menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, maka penanggung jawab beralih pada kolegial ketua umum atau sekretaris jenderal.
Setelah itu, PPP menggelar muktamar di Surabaya yang menghasilkan keputusan melantik Romahurmuziy sebagai ketua menggantikan Suryadharma Ali. Namun, pada 30 Oktober 2014, pengurus partai kubu Suryadharma juga menggelar muktamar di Jakarta. Dalam muktamar itu diputuskan Djan Faridz dipilih menjadi ketua umum.
AHMAD FIKRI