TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Marulli Hutagalung meminta wartawan memantau hakim yang menangani permohonan praperadilan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Matalitti. Melalui kuasa hukumnya, La Nyalla tidak terima penetapannya sebagai tersangka korupsi dana hibah untuk pembelian saham perdana (IPO) pada Bank Jatim 2012.
Sidang praperadilan rencananya dilakukan pada Rabu, 30 Maret 2016, dengan hakim tunggal Ferdinandus. "Pantau itu hakimnya, jangan sampai ada kecurangan," kata Marulli Hutagalung, Rabu, 23 Maret 2016.
Marulli begitu yakin dengan alat bukti yang dimiliki Kejaksaan untuk menyeret La Nyalla sebagai tersangka. Apabila praperadilan sampai kalah, menurut dia, itu merupakan putusan di luar yuridis. Marulli mengatakan akan tetap mengeluarkan sprindik (surat perintah penyidikan) baru apabila praperadilan dimenangi pihak La Nyalla.
Kejaksaan telah menetapkan La Nyalla sebagai tersangka pada 16 Maret lalu setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan baru pada 10 Maret 2016. Sprindik baru itu menyatakan bahwa Kejaksaan kembali melakukan penyelidikan terhadap kasus penggunaan dana hibah untuk pembelian saham perdana (IPO) Bank Jatim 2012.
La Nyalla dipanggil Kejaksaan untuk dimintai keterangan sebagai tersangka. Namun dia tidak datang karena menunggu putusan praperadilan. Diwakili kuasa hukumnya, Ahmad Riyadh, La Nyalla meminta penundaan pemeriksaan sampai putusan praperadilan dibacakan Pengadilan negeri Surabaya.
Namun Kejaksaan tidak menghiraukan permohonan itu. Kejaksaan kembali memanggil La Nyalla untuk diperiksa pada 24 Maret 2016.
Menanggapi hal itu, melalui Riyadh, La Nyalla masih tetap dalam pendiriannya. La Nyalla tidak akan hadir memenuhi panggilan itu untuk menunggu kepastian hukum dari putusan praperadilan. "Sekarang, selang waktu Kejaksaan membuat sprindik baru dengan penetapan tersangka cuma enam hari, apa ada pemeriksaan saksi baru?” kata Riyadh.
La Nyalla diduga menggunakan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sebesar Rp 5,3 miliar dengan keuntungan saham perdana Rp 1,1 miliar. Kejaksaan menduga keuntungan itu digunakan untuk kepentingan pribadi La Nyalla, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Kadin Jawa Timur.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH