TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu sudah dalam tahap akhir. Pemerintah memastikan jalur non-yudisial atau tanpa pengadilan untuk menyelesaikannya.
"Semoga tanggal 2 Mei 2016 bisa dituntaskan," katanya di gedung Kemenkopolhukam, Kamis, 17 Maret 2016.
Menurut Luhut, Kemenkopolkam dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah nyaris sepakat. "Kita sama-sama orang Indonesia, selesaikan dengan cara Indonesia. Kita cari solusi, bukan benar dan salah," ujar Luhut.
Luhut tak merinci poin-poin yang dibahas dalam rapat dengan Komnas HAM. "Bukan tak ada kesepakatan, hanya saja kan masih ada rinciannya."
Ia mempersilakan bila ada pihak yang ingin membawa kasus pelanggaran HAM ke pengadilan. Pemerintah, kata dia, sudah memilih opsi sebaliknya. "Kalau mau jalur hukum, silakan saja kalau berani. Tapi, misalnya untuk peristiwa '65, siapa yang mau dihukum?" ujarnya.
Luhut tak ingin ada kesan di masyarakat bahwa pemerintah teledor menuntaskan masalah pelanggaran HAM berat ini. "Presiden sudah perintahkan untuk tuntaskan, jadi saya sebagai Menkopolhukam akan tuntaskan masalah ini."
Karena merasa penyelesaian kasus 1965 buntu, Komnas HAM dikabarkan meminta bantuan pemerintah Amerika Serikat untuk membuka dokumen Badan Pusat Intelijen (CIA) mengenai tragedi tersebut. Menurut Luhut, pemerintah tetap tak akan melibatkan Amerika Serikat untuk menyelesaikan kasus tersebut.
"Tak ada Amerika terlibat, Komnas HAM bilang tak seperti itu ceritanya. Mereka juga bingung bagaimana carinya (dokumen 1965), dari lama dicari tak ada," kata Luhut.
Pemerintah Indonesia berutang untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Selain tragedi 1965, ada kasus Tanjung Priok, Talangsari, Wasior di Papua, penembakan misterius, Trisakti, Semanggi 1, dan Semanggi 2.
Kasus-kasus itu sudah selesai diselidiki Komnas HAM. Namun, Kejaksaan Agung menolak melanjutkan kasus itu ke penyidikan meski Komnas HAM mengindikasikan ada pelanggaran HAM dalam perkara-perkara tersebut.
YOHANES PASKALIS