TEMPO.CO, Jakarta - Center for Budget Analysis (CBA) membeberkan modus-modus korupsi dalam proyek Kementerian Perhubungan. Salah satunya pengadaan identitas bagi pelaut baru di Indonesia atau seafarers identity documents (SID).
Sejak 2008, pelaut baru Indonesia harus mempunyai SID sebagai dokumen tambahan bagi para pelaut yang akan memasuki wilayah Amerika Serikat dan Eropa.
Jika ketahuan tidak memiliki SID, pelaut Indonesia didiskriminasi, seperti dilarang turun ke darat. "Bisa mendapat teguran dari organisasi buruh internasional atau ILO (International Labor Organization)," kata Direktur Uchok Sky Khadafi dalam siaran persnya, Kamis, 17 Maret 2016.
Uchok menjelaskan, untuk menghindari diskriminasi ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 dalam rangka menerbitkan tarif SID sebesar Rp 10 ribu per dokumen atau satu SID. Dokumen tersebut dibuat dalam bentuk elektronik dan dilengkapi 10 sidik jari, foto retina mata, dan kode batangan (barcode).
Pada prakteknya, calon pelaut, yang mengurus SID, rupanya tidak dipungut biaya Rp 10 ribu, tapi Rp 350 ribu untuk satu SID. Jika dalam setahun ada 25 ribu pelaut yang mengurus SID, setiap tahun anggaran yang dikorupsi adalah Rp 8,75 miliar.
Sehingga dalam 6 tahun ini, sedikitnya ada Rp 52,5 miliar yang diduga dikorup dari calon pelaut dan anggaran negara. "Ada dugaan pungutan liar sebesar itu," kata Uchok.
MAYA AYU PUSPITASARI