TEMPO.CO, Nusa Dua - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sempat berencana untuk menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengganti UU yang memperbolehkan masyarakat adat membakar lahan.
“Waktu itu memang ada rencana menyusun Perppu khusus untuk pasal 69. Itu diskusinya begitu banyak dan terus berlanjut,” ujar Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hadi Daryanto dalam ICOPE 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis, 17 Maret 2016.
Dalam Pasal 69 UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing.
Namun Hadi menjelaskan bahwa hingga kini pihaknya belum mendapatkan laporan bila masyarakat adatlah yang membakar hutan gambut. Kementerian kini pihaknya belum melanjutkan laporan itu.
Baca Juga: Kebakaran Lahan, WWF Minta Akhiri Sikap Saling Menyalahkan
Dia mengungkapkan, UU tersebut akan tetap ada dan tidak masalah asalkan aturan yang membolehkan membakar lahan tidak dilaksanakan. “Itu kearifan kita membaca UU. Kalau suasana seperti ini ngapain dibakar?” kata dia. Hadi menegaskan tidak akan memberikan izin pembakaran biarpun ada UU yang mengizinkan.
Hadi menuturkan lebih baik revisi terhadap UU tersebut ditunda. Bahkan, pembahasan Perppu tentang Kehutanan tidak dilanjutkan kembali. “Perppu sempet dibahas tapi nggak diterusin.”
Sebagai gantinya, KLHK menyiapkan program alternatif, yakni kehutanan sosial. Hadi mengklaim, lewat program ini masyarakat adat dapat diakomodir. Progam ini dibuat karena menurut KLHK tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat adatlah yang membakar lahan gambut.
BAGUS PRASETIYO