TEMPO.CO, Bandung—Koordinator Supervisi Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Rahmat Suwandha mengatakan, lembaganya merekomendasikan pengelolaan asuransi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) diserahkan pada BPJS Ketenagakerjaan. “Selama ini asuransinya dikelola oleh konsorsium, gabungan perusahaan-perusahaan asuransi swasta. Ke depan kita coba BPJS Ketenagakerjaan,” kata dia di Bandung, Jumat, 11 Maret 2016.
Asep mengatakan, salah satu pertimbangan KPK memberikan rekoemendasi itu untuk membenahi tata kelolanya. “Mulai dari berapa sih premi yang harus dikeluarkan TKI? Perhitungan itu belum ‘clear’, artinya ada banyak item yang seharusnya bisa tidak di ‘cover’ malah ada, demikian juga sebaliknya,” kata dia.
Menurut Asep, indikator selanjutnya yang jadi pertimbangan KPK adalah realisasi klaim asuransi yang relatif kecil dibandingkan pembayaran premi oleh TKI pada konsorsium. “Berapa sih kalim realisasi? Itu sangat kecil. Dana sebagian besar yang berupa premi TKI itu kita tidak tahu kemana,” kata dia. Namun, dia tidak merinci perbandingannya.
KPK juga kesulitan menelusuri soal perhitungan premi asuransi itu pada Otoritas Jasa Keuangan. “Dari OJK sebagai otoritas itu banyak hal yang gak bisa kita telusuri,” kata Asep.
Asep mengatakan, lembaganya kemudian merekomendasikan pengelolaan itu diserahkan pada BPJS Ketenagakerjaan sebagai lembaga pemerintah yang mendapat amanat undang-undang untuk mengurusi tenaga kerja di Indonesia. “TKI juga tenaga kerja,” kata dia.
Menurut Asep, KPK menilai BPJS Ketenagakerjaan punya kapasitas dan jaringan untuk mengurusi asuransi TKI. BPJS Ketenagakerjaan juga bisa menjalin kerjasama yang lebih komprehensif untuk mengelola asuransi itu dengan lembaga sejenisnya di luar negeri. “Kita coba libatkan (BPJS Ketenagekarjaan), dia punya konsep apa? Harapannya bisa menyelesaikan permasalahan yang ada selama ini, dengan mekanisme konsorsium tidak terselesaikan,” kata dia.
Kendati demikian, Asep mengatakan, keputusan itu belum final. “KPK mendorong BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja sebagai regulator untuk mengeluarkan (keputusan itu), karena selama ini masalah asuransi lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja,” kata Asep.
AHMAD FIKRI