TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah M. Nurul Yamin mengatakan koruptor dengan perilaku jahatnya secara teologis dapat dimaknai sebagai pendusta agama. Alasannya, koruptor tidak hanya merugikan negara, tapi juga semakin membuat kaum fakir dan miskin sengsara.
"Golongan pendusta agama ini dapat saja bersifat perseorangan, kelompok, maupun kelembagaan. Artinya, seseorang atau organisasi dapat menjadi pendusta agama apabila perilaku sosial-ekonominya tidak memihak kaum marginal," kata Nurul Yamin di Dewan Perwakilan Daerah Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.
Menurut Nurul Yamin, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. "Namun masih terdapat masyarakat dalam keadaan fakir, miskin, dan telantar, padahal Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan 'fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara'," katanya.
Ia berujar, menyedihkan apabila kata "dipelihara" pada pasal tersebut diartikan mempertahankan eksistensi atau mengembangbiakkan fakir miskin dan anak telantar. Dengan kata lain, negara memelihara kemiskinan.
"Kenyataan di masyarakat, hal itu terjadi. Kaum miskin semakin bertambah karena tidak ada program pemberdayaan dan pengentasan," kata Nurul Yamin dalam diskusi publik yang bertajuk "Korupsi, Kemiskinan, dan Keberdayaan Umat".
Para koruptor yang dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, dan Kejaksaan sudah banyak. Mereka ialah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, para menteri, pejabat negara, perwira tinggi Polri, serta sejumlah pengusaha. Kepala daerah, seperti bupati, wali kota, hingga gubernur, juga banyak yang dijebloskan ke bui karena korupsi.
Nurul mengatakan untuk memberantas korupsi diperlukan pendekatan pemberdayaan masyarakat. "Untuk meminimalkan angka kemiskinan akibat korupsi, bukan saja dengan pendekatan pemberantasan model KPK, Kejaksaan, maupun Kepolisian, tapi juga pemberdayaan masyarakat," ujarnya.
Menurut Nurul, model pendekatan pemberdayaan masyarakat mencakup dua hal penting, yaitu meningkatkan kapasitas perekonomian umat dan menumbuhkan etika keadaban publik sekaligus advokasi terhadap korupsi sebagai perilaku menyimpang. "Dua hal ini hanya akan efektif dilakukan oleh jaringan kerja masyarakat sipil dalam rangka meningkatkan keberdayaan umat," ucapnya.
ANTARA | AHMAD FAIZ