TEMPO.CO, Manado - Beragam cara digunakan warga agar bisa menyaksikan gerhana matahari total pada Rabu pagi, 9 Maret 2016. Warga Kota Manado, Sulawesi Utara, menggunakan ember yang berisi air untuk bisa melihat fenomena alam yang bakal terjadi kembali 350 tahun itu.
Dari pantauan Tempo, pukul 08.45 Wita, warga Kecamatan Mapanget, misalnya, berbondong-bondong ke luar rumah sambil membawa ember berisi air. Suasana tiba-tiba menjadi gelap seperti sudah pukul 17.00. Padahal, lima menit sebelumnya, panas matahari sangat terik.
Proses terjadinya gerhana matahari total dilihat melalui pantulannya di air di dalam ember karena warga tidak berani melihat secara langsung. "Ndak ada kacamata untuk lihat gerhana matahari. Jadi pakai ember lihat dari pantulan air. Oh, Tuhan memang sangat besar kuasanya. Sangat jelas terlihat itu gelap, matahari ditutup," kata seorang warga, Yuli Arifin.
Tak hanya menggunakan ember yang berisi air, warga juga memanfaatkan foto rontgen untuk melihat fenomena alam yang menakjubkan itu. "Papi pe foto rontgen pakai dulu, mau lihat gerhana matahari. Biar ada gambar tulang, tetap mantap lihat itu fenomena kebesaran Tuhan," tutur Samuel Supit, warga lainnya.
Ribuan umat muslim di Kota Manado juga menggelar salat kusuf atau salat gerhana matahari di sejumlah lokasi. Di antaranya di Masjid Istiqlal. Di masjid terbesar di Sulawesi Utara itu, umat Islam tidak hanya memadati ruang di dalam masjid, tapi juga di halaman.
Sekretaris Wilayah Nahdlatul Ulama Sulawesi Utara Suwarno Tuiyo menyatakan kekagumannya kepada warga muslim Kota Manado. Mereka tidak hanya sibuk menyaksikan gerhana matahari total, tapi juga menjalankan salat gerhana matahari sesuai sunah Rasulullah.
"Subhanallah, masyarakat di Kota Manado tak hanya ingin menonton gerhana matahari, tapi beribadah juga," ujar Suwarno.
ISA ANSHAR JUSUF