TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan seharusnya Kejaksaan Agung melepasnya dari jeratan hukum dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dibandingkan deponering.
"Kalau saya ditanya, pasti SKPP,” kata Bambang di kantor KPK, Jumat, 4 Maret 2016. Namun, ia harus menghormati orang dan lembaga yang mempunyai otoritas.
Berdasarkan penjelasan pustaka, deponering adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang berhubungan dengan masalah tertentu.
Sesuai penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/ atau kepentingan masyarakat luas.
Adapun SKPP, merupakan kewenangan penuntut umum atau jaksa yang diberikan tugas sebagai penuntut umum dalam menangani suatu perkara. Alasan-alasan yang mendasari penuntut umum mengambil tindakan ini adalah tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana sehingga perkara ditutup demi hukum.
Bambang juga mengatakan dirinya memaafkan pihak-pihak yang mendzalimi dirinya. "Saya secara pribadi memaafkan, tapi tidak melupakan," ujar dia.
Bagi Bambang, saat ini yang terpenting adalah bagaimana menggunakan momentum ini untuk pemberantasan korupsi yang jauh lebih baik. "Saya tidak mau berkubang dengan masalah," ucapnya.
Bambang berpesan kepada para pemimpin KPK yang baru agar tidak mengabaikan program-program strategis KPK. Selain itu, para staf KPK lebih berintegritas sehingga jalan untuk memberantas korupsi terus terbentang.
Kamis kemarin, Jaksa Agung Prasetyo mengeluarkan deponering atas kasus yang menjerat mantan Ketua dan Wakil Ketua KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Menurut Prasetyo, deponering dikeluarkan demi kepentingan umum. Samad dan Bambang, kata Prasetyo, adalah pegiat antikorupsi yang berjuang untuk kepentingan publik selama menjabat maupun saat sudah tak berada di KPK.
Bambang dijerat kasus dugaan mempengaruhi saksi dalam persidangan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010. Sementara Samad menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen data kependudukan di Sulawesi Selatan.
Dua kasus itu muncul bersamaan di kepolisian pada saat keduanya masih memimpin KPK, tak lama setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.
MAYA AYU PUSPITASARI