TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebanyak 60 persen dari 2.733 meter kubik volume sampah per hari di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berupa sampah plastik. Sampah-sampah itu merupakan limbah rumah tangga dan industri. "Sampah plastik didominasi oleh tas plastik," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman Purwanto, Rabu, 2 Maret 2016.
Namun, kata dia, dari seluruh volume sampah, sebanyak 80 persen sudah bisa ditangani. “Sisanya masih belum bisa tertangani,” ujarnya. Masyarakat juga sudah diimbau untuk memilah sampah. Sampah dipilah menurut jenisnya, yakni sampah organik dan sampah nonorganik. “Misalnya sampah plastik disendirikan, sampah kaca, besi, dan lain-lain juga dipilah.”
Pengelola sampah juga sudah mulai memilah. Sampah organik dijadikan kompos untuk pupuk. Sampah yang tidak dapat diolah diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA), yang berada di Piyungan, Bantul. "Kami memilah sampah sebelum dibawa ke pembuangan akhir. Kalau tidak, akan didenda oleh pengelola TPA Piyungan," katanya.
Menurut Kepala Bidang Kebersihan dan Pertamanan Badan Lingkungan Hidup Sleman Indra Darmawan, masyarakat juga diminta membantu mengolah sampah. Di Sleman, ada 197 kelompok masyarakat yang mengelola sampah secara mandiri. Kelompok-kelompok pengelola sampah secara mandiri itu tersebar di semua kecamatan. "Kami mendorong setiap dusun ada kelompok masyarakat yang mengelola sampah secara mandiri," ucapnya.
Masyarakat yang mengelola sampah secara mandiri bisa membuat bank sampah. “Dengan pemilahan sampah yang baik, pengelola bisa mendatangkan rupiah dari sampah-sampah itu,” ujar Indra. Misalnya, sampah kertas bisa menghasilkan tabungan karena akan dibeli oleh pedagang barang rongsokan. Begitu pula dengan sampah besi, kaca, plastik, bisa dijadikan uang dan ditabung di pengelola sampah.