TEMPO.CO, Lhokseumawe -Pencurian ikan oleh nelayan asing terus berlangsung. Direktorat Polisi Air Mabes Polri, yang bertugas di perairan Langsa, kembali menangkap satu kapal ikan dengan nomor lambung KHF 1959 GT 64 asal Malaysia yang sedang mencuri ikan di lepas pantai Langsa, Aceh, pada Jumat, 26 Februari 2016.
Komandan Kapal Lory 3018 milik Polair Mabes Polri Iptu Antonio S. mengatakan menemukan kapal itu saat berpatroli pada jarak 40 mil di atas perairan Langsa, sebuah kapal kayu tanpa bendera sedang melabuh pukat. “Setelah kami periksa dokumennya, ternyata kapal dari Malaysia,” Iptu Antonio kepada TEMPO. Awak dan kapten kapal itu berasal dari Thailand, dan tiga awak lainnya dari Myammar.
Kapal kayu itu beroperasi dengan seorang kapten dengan empat anak buah kapal dengan menggunakan pukat harimau. Mereka sudah tiga hari mencuri ikan di perairan Indonesia. “Kami menarik kapal ke pelabuhan Kuala Langsa.” Di kapal itu, polisi menemukan 800 kilogram ikan campuran.
Antonio mengatakan kapal itu ditangkap di zone ekonomi eklusif. Ia akan melaporkannya ke Pol Air Polda Aceh dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk tindakan hukum lanjutan.
Tim Direktorat Polisi Air Mabes Polri, yang bertugas di Perairan Langsa dalam Februari ini sudah menangkap dua kapal pencuri ikan berdokumen Malaysia. Yang pertama pada Selasa sore, 16 Februari 2016. Polisi menangkap kapal 56 GT dengan 5 ABK asal Thailand, pukat Harimau dan barang bukti 2 ton ikan.
Pencurian ikan dengan pukat harimau oleh nelayan asing itu tidak hanya melanggar hukum dan kedaulatan RI, tetapi juga merusak kelestarian ekosistem laut. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan kebijakan moratorium penangkapan zona laut di atas 40 mil dari pantai. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga kelestarian ekosistem laut. Dengan moratorium ini, nelayan tangkap hanya boleh beroperasi pada area 12 hingga 20 mil dari titik pantai.
IMRAN MA