TEMPO.CO, Jakarta - Ferdinand Tjiong guru Jakarta Intercultural School (JIS), ditangkap di rumahnya di Pondok Aren, Tangerang Selatan pada Kamis dini hari, 24 Februari 2016. Ia ditangkap kembali setelah sempat bebas dari tuduhan pencabulan terhadap siswanya.
Siska Tjiong, istri Ferdi, mengaku kecewa atas penangkapan itu. Menurut dia, suaminya diperlakukan bak teroris. "Anda tahu film G-30-S PKI? Ya seperti itu suami saya diperlakukan," ujarnya di Jakarta, Jumat, 26 Februari 2016.
Saat itu jam menunjukkan pukul 02.00 WIB. Sekitar 20 orang memanjat pagar yang digembok dan menggedor-gedor rumah Ferdi. "Saya kira ada rampok."
Begitu pintu dibuka, Siska melihat polisi membawa senjata laras panjang dan menunjukkan surat penangkapan kepada Ferdi. Ia pun diberi waktu hanya lima menit untuk ganti baju. "Ke kamar mandi pun dibuntuti," kata Siska sambil terisak.
Ia menyesalkan tindakan penegak hukum yang memperlakukan suaminya bak penjahat tak bertanggung jawab. "Kenapa harus seperti itu?" katanya. Menurut dia, selama ini suaminya selalu kooperatif memenuhi panggilan pengadilan. "Suami saya tidak pernah lari," katanya.
Terlebih, penangkapan itu dilakukan di depan anaknya. Ia takut kejadian itu akan membawa trauma kepada anaknya seumur hidup.
Tak hanya Ferdi, hal serupa juga dialami Neil Bantleman. Ia juga guru JIS yang sempat lolos dari jerat hukum pada Agustus tahun lalu dalam kasus yang sama.
Semalam, Neil dijemput di Bandara Soekarno Hatta. Ia pergi ke Bali bersama istrinya pada 24 Februari 2016. Tracy Bantleman, istri Neil, mengatakan mereka berangkat ke Bali sebelum keputusan itu diberikan. Begitu mendengar ada keputusan itu, mereka pun kembali ke Jakarta. "Kami tidak lari!" katanya.
Kini Neil dan Ferdi ditahan di Cipinang. Terpidana dihukum penjara selama 11 tahun dengan denda Rp 100 juta. Jika tak mampu bayar denda, maka hukuman diganti dengan tambahan 6 bulan penjara. Baca: Putusan Pengadilan Negeri
Neil dan Ferdi pun berencana mengajukan Peninjauan Kembali terkait dengan putusan Majelis Hakim Kasasi. "Belum tahu kapan, kami masih menunggu salinan putusan kasasi dikirimkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Patra M Zen, kuasa hukum Neil dan Ferdi.
Patra menyampaikan bahwa pihaknya mendapat informasi bahwa korban yang berinisial MAK pernah diperiksa di Belgia. Ia mengatakan mendapat informasi tersebut dari hasil investigasi salah satu media di Kanada yang menggarap kasus ini.
Hasil medis yang didapatkan dari pemeriksaan itu menyebutkan bahwa si anak tidak pernah terkena penyakit seksual menular. "Kami tengah berupaya untuk mendapatkan medical record ini karena ini bisa dinilai sebagai novum," ujar Patra.
Dalam putusan banding pada 10 Agustus 2015, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan bahwa Neil dan Ferdi tidak terbukti melakukan tindak pidana. Putusan ini berdasarkan fakta medis dan fakta hukum selama di persidangan.
Seluruh catatan medis rumah sakit tempat korban diperiksa, yaitu klinik SOS Medika, Rumah Sakit Pondok Indah, dan Rumah Sakit Polri menyatakan bahwa lubang anus korban normal. Korban juga dinyatakan tak pernah mengalami penyakit herpes seperti opini yang dibentuk sejak kasus ini muncul.
Pada tanggal 24 Februari 2016, Neil dan Ferdi diputuskan bersalah di tingkat kasasi. Alasannya, secara hukum tak ada yang salah dari proses peradilan di Pengadilan Negeri.
MAYA AYU PUSPITASARI