TEMPO.CO, Banjarmasin - Komunitas suku Dayak di Kalimantan Selatan tidak satu suara mengenai wacana untuk menjadikan Pegunungan Meratus sebagai taman nasional.
Ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan Selatan, Difriadi Darjat, mendukung penuh upaya perubahan status itu. Dengan status taman nasional, kata Darjat, pemerintah berkewajiban melindungi keanekaragaman ekosistem di Pegunungan Meratus.
Penetapan taman nasional dinilai penting seiring meluasnya perkebunan sawit dan tambang batu bara yang mengepung gugusan Meratus. Namun, dukungan itu bersyarat. “Hak tanah ulayat suku Dayak di Pegunugan Meratus harus dikeluarkan dulu dari zona taman nasional,” kata Difriadi Darjat kepada Tempo, Kamis 25 Februari 2016.
Menurut dia, pemerintah mesti menjamin kehidupan suku Dayak yang mendiami lereng gugusan Pegunungan Meratus. Menurut Darjat, suku Dayak tetap berhak berkembang dan lestari meski wilayah Meratus telah berubah status.
Difriadi mengingatkan putusan MK Nomor 35 Tahun 2012 tentang pengakuan hutan adat. Putusan itu, kata dia, menjamin kepastian legal hak-hak masyarakat adat atas hutan adat demi mewujudkan kesejahteraan suku asli. “Ada zona tertentu untuk masyarakat Dayak bisa berkembang. Bukan mendukung pengusaha (sawit),” kata Difriadi.
Adapun Ketua Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Kalimantan Selatan, Dana Lumur, menolak usulan status taman nasional. Menurut Lumur, status taman nasional akan mengancam nasib ribuan suku Dayak yang turun temurun mendiami lereng-lereng Pegunungan Meratus. “Kami tinggal di tengah hutan, mencari makan di hutan, bikin rumah di lereng Meratus. Hutan identik (sebagai) tempat tinggal kami.”
Status taman nasional, kata dia, bakal melarang Suku Dayak menjamah Pegunungan Meratus untuk mencari hasil buruan, memanen rotan, dan hasil bumi lain.
Ia mengakui suku Dayak Meratus masih berburu hewan di belantara Meratus. Namun, Dayak Meratus sebatas memburu binatang seperti babi hutan, musang, dan sebagian rusa. “Kami enggak berburu binatang yang benar-benar dilindungi.”
Lumur berharap pemerintah membicarakan lebih dahulu sebelum mengubah Pegunungan Meratus menjadi taman nasional. Ia bahkan mendesak rencana itu dibatalkan karena bertentangan dengan semangat putusan MK Nomor 35 Tahun 2012.
Ketua Kaukus Lingkungan Hidup dan Kehutanan DPRD Kalimantan Selatan, Zulfa Asma Vikra, sebelumnya berencana menjadikan Pegunungan Meratus sebagai taman nasional. Dengan status ini diharapkan keanekaragaman ekosistem tetap lestari di gugusan pegunungan yang membentang dari Kabupaten Tabalong hingga Kotabaru itu. “Kami sebatas mengusulkan dengan dukungan pemerintah daerah dan DPRD, pusat yang menentukan zona-zona mana saja yang layak dijadikan taman nasional.”
DIANANTA P. SUMEDI