TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Kepolisian RI mengaku sedang mengidentifikasi jaringan terorisme di Indonesia setelah pihaknya melakukan penangkapan besar-besaran pascateror Thamrin, Kamis, 14 Januari lalu.
“Sekarang ini kami lagi memilah jaringan mereka,” tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Agus Rianto di kantornya, Selasa, 23 Februari 2016.
Agus mengatakan, sejak tragedi teror Thamrin hingga saat ini, kepolisian telah menangkap sedikitnya 40 orang. Mereka ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan tindakan teror di sejumlah wilayah, termasuk teror Thamrin.
Dari penelusuran sementara, 40 tersangka tersebut berasal dari berbagai kelompok terorisme di Indonesia. Mulai jaringan Santoso alias Abu Wardah, Abu Jandal, Aman Abdurahman, hingga Bahrun Naim. Terkait dengan bom Thamrin, polisi mencurigai aksi tersebut digalang secara bersama-sama atas sokongan Bahrun Naim dari Suriah.
Namun Agus tidak dapat memerinci berapa jumlah masing-masing anggota di setiap kelompok yang berhasil ditangkap polisi. Menurut dia, memetakan jaringan mereka membutuhkan waktu. Apalagi, biasanya mereka menerapkan sistem jaringan terputus.
“Kami pilah-pilah lagi, ada yang terkait teror Thamrin, ada yang terkait kepemilikan senjata api, jaringan Poso, dan bom Cimanggis,” kata Agus. Menurut dia, ada juga beberapa orang yang dicurigai terkait dengan teror JW Marriott beberapa tahun silam.
Sebelumnya, kepolisian melakukan penangkapan lima orang teroris di Malang pada Jumat pekan lalu. Tak berapa lama, pada Minggu, 21 Februari, polisi menangkap teroris di Cisauk, Tangerang. Seorang berinisial DAP ditangkap di rumahnya.
Sejak Desember tahun lalu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror menggerebek sejumlah tempat dan menangkap orang yang dicurigai sebagai teroris.
Bahkan polisi mengklaim telah menggagalkan aksi bom bunuh diri yang akan dipimpin oleh Arif Hidayatullah. Namun, sayangnya, pada pertengahan Januari kepolisian kecolongan saat terjadi tragedi teror Thamrin.
AVIT HIDAYAT