TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menegaskan pihaknya menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. "Ya, jangan dilanjutin," ujarnya kepada Tempo di Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.
Menurut Emerson, ada lima alasan ICW menolak revisi UU KPK. Ia berujar, dari berbagai survei yang dilakukan, hasilnya mayoritas menolak revisi UU KPK. Dari petisi online yang telah dilakukan pun sebagian besar menolak.
Ia menyebut ada sedikitnya 60 ribu orang yang menyatakan menolak revisi tersebut dalam petisi online. Bahkan aksi panggung grup band Slank di depan KPK menjadi bukti dukungan memperkuat KPK.
Selain itu, Emerson menuturkan, tidak ada alasan mendesak untuk melakukan revisi UU KPK. ICW berpandangan yang mendesak justru merevisi UU tindak pidana korupsi. Atau, kata dia, membuat UU baru perihal pembatasan transaksi tunai.
Secara substansi, 90 persen revisi justru akan melemahkan KPK, seperti kewenangan penyadapan yang mengharuskan izin kepada dewan pengawas KPK.
Emerson menilai, jika revisi tetap disetujui, citra Presiden Joko Widodo akan buruk di mata masyarakat. Jokowi akan dianggap Presiden yang melemahkan KPK. Terakhir, kata dia, revisi UU KPK tidak sesuai dengan janji politik atau Nawacita Presiden. "Memperkuat KPK seharusnya dibuktikan dengan membatalkan revisi UU KPK."
Sementara itu, hari ini Presiden Jokowi dan DPR sepakat menunda revisi UU KPK. Keputusan itu diambil setelah ada pertemuan dalam rapat konsultasi dengan semua pimpinan DPR, ketua fraksi, dan panitia kerja.
Presiden berujar sangat menghargai dinamika yang terjadi di DPR. Ia juga mendengar masukan yang cukup dari semua fraksi dan komisi perihal revisi UU KPK.
DANANG FIRMANTO