TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rochmat mengatakan ada sejumlah alasan dalam penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) penyidik aktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, antara ada keraguan pelaku dugaan penembakan dan penganiayaan pencuri sarang walet di Bengkulu pada 2004.
Baca: Kejaksaan Agung Hentikan Kasus Novel Baswedan
"Perbuatannya ada. Tapi, dari sisi pertanggungjawabannya, tidak ada saksi yang tahu pasti. Ini yang memunculkan keraguan kami," ucapnya saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Senin, 22 Februari 2016.
Rochmat menjelaskan, kejadian tersebut berlangsung pada malam hari. Dalam berkas perkara, tidak ada saksi yang pasti melihat pelaku sesungguhnya. "Ini yang membuat kami ragu untuk melanjutkannya ke sidang pengadilan," ujarnya.
Soal kesaksian korban, Rochmat kembali menegaskan bahwa korban pun sebenarnya tidak mengetahui secara pasti siapa pelakunya. Sedangkan terkait dengan temuan proyektil, Rochmat menuturkan senjata yang digunakan terdaftar milik Kepolisian Resor Bengkulu. "Padahal saat itu namanya Polresta Bengkulu," katanya.
Baca: Kasus Novel Baswedan Akan Ditutup, Korban Tak Terima
Karena itu, Kejaksaan menganggap kasus Novel tak memiliki cukup bukti. Tak hanya itu, perkaranya juga dianggap telah kedaluwarsa sejak 19 Februari 2016. Masa kedaluwarsa dihitung berdasarkan Pasal 78-79 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain mengkaji ulang berkas dakwaan Novel, tim Kejaksaan memantau perkembangan berita kasus itu di media massa. Menurut Rochmat, berita-berita tersebut juga menjadi pertimbangan tim. "Bukan berarti kami terpengaruh, tapi kami mempertimbangkannya sebagai informasi tambahan."
Novel ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang walet di Bengkulu pada 2004. Berkas Novel sebelumnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada 29 Januari 2016. Jaksa penuntut umum menarik surat dakwaan untuk disempurnakan pada 2 Februari lalu.
DEWI SUCI R.