TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menilai kebijakan plastik berbayar yang diterapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mulai hari ini, sebagai sesuatu yang rasional. “Konsumsi bungkus plastik di Indonesia sangat rakus,” kata Tulus melalui siaran persnya, Ahad 21 Februari 2016.
Menurut dia, konsumsi plastik di Indonesia sudah sangat memprihatinkan, yaitu 9.8 miliar bungkus plastik per tahun. Angka tersebut merupakan angka konsumsi plastik tertinggi kedua di dunia setelah Cina. “Ini demi menjaga dan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan yang lebih parah,” ujar dia.
Agar kebijakan bisa berjalan efektif, Tulus meminta pemerintah melakukan evaluasi setiap tiga bulan sekali. Menurut dia, diterapkannya biaya sebesar Rp 200 per bungkus pelastik belum akan mendorong masyarakat tak lagi menggunakan kantong plastik.
Dia juga meminta pemerintah bersikap adil dengan mewajibkan produsen kantong plastik untuk menarik dan mengumpulkan bekas kemasan plastik yang merusak lingkungan dari pasaran. Selain itu, produsen juga wajib membuat kemasan dan bungkus plastik yang mudah diurai lingkungan dan bisa digunakan ulang.
Ia berharap dengan adanya kebijakan ini muncul perubahan pada perilaku konsumen saat berbelanja di retailer modern, misalnya dengan membawa bungkus atau wadah sendiri saat berbelanja. “Di Eropa, hal semacam ini biasa dan bisa menekan konsumsi plastik hingga 70 persen,” kata Tulus.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mencanangkan uji coba kantong plastik berbayar mulai hari ini, Ahad 21 Februari 2016. "Akan ada evaluasi sebelum diterapkan pada Juni," kata dia dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional, di car free day Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 21 Februari 2016.
DIKO OKTARA