TEMPO.CO, Bandung — Produksi sampah rumah tangga dan non rumah tangga di wilayah Jawa Barat meningkat dari tahun ke tahun. Sampah yang dihasilkan berdasarkan hitungan kelompok Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat (Walhi Jabar) mencapai 27 ribu ton per hari. Walhi menyebut banyak cara mengolah dan mengurangi sampah terutama bahan plastik seraya menolak penerapan insenerator atau alat pembakar sampah.
Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan lewat siaran pers menyebutkan, dari berbagai riset yang dilakukan, 60 persen sampah yang dihasilkan berupa sampah organik yang bisa diolah menjadi kompos. Selebihnya sampah bukan organik seperti berbahan plastik, kertas, elektronik, botol, dan kaleng.
“Sampah menjadi masalah serius jika tidak diantisipasi dari sekarang. Diperlukan kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam jangka panjang yang lebih antisipatif dan kuratif dari hulu hingga hilir,” ujarnya di sela peringatan Hari Peduli Sampah, Minggu 21 Februari 2016.
Pola penanganan sampah dinilai belum mengalami perubahan secara sistemik dan paradigmatik mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Padahal Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, kata Dadan, memandatkan adanya perubahan sistem dan paradigma dalam pengelolaan sampah baik aspek pencegahan dan penanganan sampah dari hulu hingga hilir. (Baca juga: Sampah di Indonesia Capai 64 Juta Ton Per Tahun)
Pola penanganan sampah yang masih mengandalkan tempat pembuangan sampah akhir, menurut dia, akan menjadi bencana seperti peristiwa longsor TPA Leuwi Gajah. Bencana itu menewaskan sekitar 157 orang. Dadan berujar, penanganab TPA-TPA lainnya di Jawa Barat juga rentan menimbulkan masalah kerusakan lingkungan, pencemaran, dan konflik sosial.
Selain itu, kebijakan pemerintah yang akan menggunakan insinerator atau mesin pembakar sampah perlu dipertimbangkan kembali karena akan menimbulkan masalah lingkungan baru dan mahal. Pada Hari Peduli Sampah 2016 dengan tema bebas sampah 2020, Walhi Jabar mengajak semua pihak untuk peduli pada sampah sendiri.
Walhi Jabar juga menawarkan pola pengelolaan sampah ke depan lewat dua aspek, yaitu pencegahan dan penanganan atau pengelolaan yang terhubung dari hulu sampai hilir. “Dalam aspek pencegahan, perlu terobosan pemerintah dan pemerintah daerah menekan pelaku usaha untuk mengurangi produksi barang-barang kemasan di hulu, paling tidak mengurangi penggunaan plastik,” tutur Dadan.
Soal penanganan atau pengelolaan, pemerintah bisa membuat kebijakan dan sistem pengelolaan sampah tanpa mesin pembakaran. Melainkan dengan pengomposan, biodegester, dan sistem daur ulang yang dijalankan dalam skala kecil dengan melibatkan komunitas atau masyarakat yang aktif mengelola sampah sebagaimana mandat Undang-undang tentang pengelolaan sampah.
Selain itu, Walhi Jabar juga mendesak ketegasan pemerintah untuk menekan agar pelaku usaha mewajibkan mendaur ulang dan memanfaatkan sampah dari produk kemasannya sendiri, sebagaimana mandat Undang-undang. (Baca juga: Menteri Ferry: Kantong Plastik Adalah Bencana)
ANWAR SISWADI