TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas membantah Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat presiden persetujuan pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang mengklaim Presiden sudah meneken persetujuan.
"Belum ada surat presiden karena harus menunggu paripurna dulu," kata Supratman melalui pesan pendek, Sabtu, 20 Februari 2016.
Ia mengatakan anggota parlemen Senayan saat ini masih belum memutuskan akan melanjutkan atau menolak revisi UU KPK. Keputusan akan diambil dalam rapat paripurna tahap kedua yang bakal mendengarkan sikap setiap fraksi atas rencana revisi tersebut. Pembahasan draf dan revisi berlanjut jika mayoritas fraksi setuju menerima. "Masih menunggu persetujuan untuk jadi usul inisiatif," ujar Supratman.
Menurut dia, ada atau tidaknya surat presiden dalam proses revisi saat ini kurang relevan. Pasalnya, selain harus menunggu hasil paripurna, surat presiden akan menentukan kelanjutan pembahasan saat revisi resmi jadi inisiatif DPR.
Toh, saat ini, satu-satunya surat presiden yang sudah diterima Baleg adalah persetujuan pembahasan Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty. "Ini memang mekanismenya," tuturnya.
Luhut menyatakan Presiden telah menyetujui revisi UU KPK dengan berpegang pada empat poin yang menjadi perhatian pemerintah. Empat poin tersebut diklaim bukan upaya pelemahan terhadap komisi antirasuah tersebut, yaitu kewenangan penyadapan, penyidik independen, penghentian penuntutan, dan dewan pengawasan.
Namun juru bicara Presiden, Johan Budi, membantah Jokowi telah mengeluarkan surat persetujuan pembahasan RUU KPK.
FRANSISCO ROSARIANS