TEMPO.CO, Bengkulu - Pengacara korban dugaan penganiayaan pencuri sarang walet oleh Novel Baswedan mempertanyakan istilah kepentingan umum sebagai pertimbangan seandainya Kejaksaan Agung memutuskan untuk menghentikan atau mendeponering kasus tersebut.
"Kejadian ini kan menuntut pertanggung jawaban Novel selaku "man," bukan terhadap Novel sebagai seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Sehingga pertimbangam kepentingan umum yang mana?," katanya pengacara korban, Yuliswan, saat dihubungi, Kamis, 18 Februari 2016.
Ia menyayangkan jika Kejaksaan Agung jadi mengambil opsi menghentikan proses hukum kasus tersebut. Apalagi proses penuntutan oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu telah berjalan dengan adanya pelimpahan kasus tersebut ke pengadilan.
"Penegakan hukum tidak bisa diintervensi siapa pun, makanya kita menuntut Kejaksaan Agung untuk segera melimpahkan kembali perkara ini ke pengadilan," ujarnya.
Yuliswan menilai berdasar Pasal 144, penarikan kembali berkas perkara dan dakwaan hanya untuk perbaikan, bukan untuk menghentikan perkara. Yuliswan, atas nama korban, akan mengirimkan surat ke presiden Joko Widodo jika kasus itu dihentikan.
"Jika presiden tidak menanggapi tuntutan kami untuk memberika keadilan bagi klien saya, maka kita akan mengirim surat permohonan keadilan ke Komnas HAM Perserikatan Bangsa-bangsa," katanya.
Selain perkara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, Kejaksaan Agung juga tengah mengkaji penanganan kasus Novel. Permintaan agar Jaksa Agung M. Prasetyo menuntaskan kasus tersebut disampaikan langsung Presiden Joko Widodo.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo, mengatakan Jaksa Agung diminta menyelesaikan masalah itu sesuai mekanisme hukum. Sejauh ini opsi yang tersedia ialah menghentikan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atau mengesampingkan perkara (deponering).
PHESI ESTER JULIKAWATI
Catatan Koreksi: Judul berita ini diubah pada 19 Februari 2016, untuk memperbaiki akurasi dan kejelasan informasi dalam badan berita. Terimakasih.