TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengajak publik melawan radikalisme dan terorisme melalui media sosial. Ajakan itu ia sampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT)-Amerika Serikat.
Jokowi mengatakan penyebaran paham ekstremis dan ajakan bergabung dengan Foreign Terrorist Fighters (FTF) banyak dilakukan melalui media sosial. Untuk melawan hal ini, Jokowi mengajak publik menyebarkan pesan kebaikan. (Baca: Ke Silicon Valley, Jokowi Ajak Bos Medsos Tangkal Terorisme)
“Saya mengajak, berkenan bergabung dengan saya untuk memperbanyak narasi melalui media sosial mengenai moderasi, toleransi, dan perdamaian”, kata Presiden Jokowi dalam pidatonya yang disampaikan pada acara KTT ASEAN-AS, Selasa, 16 Februari 2016.
Adapun rilis yang disebarkan anggota Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, menyebutkan jumlah warga negara Indonesia yang ada di Suriah sebanyak 329 orang. Jumlah ini relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta.
Berdasarkan analisis media, faktor utama kecilnya penduduk Indonesia yang bergabung dengan FTF adalah Indonesia tidak memiliki pemerintah yang represif, tidak dalam penjajahan, serta kondisi politik yang relatif stabil.
“Dapat ditarik pelajaran bahwa, untuk memerangi terorisme dan mengurangi FTF, diperlukan kestabilan politik, pemerintah yang demokratis, serta tidak dalam pendudukan asing," tutur Jokowi. (Baca: Mengapa Teroris Suka Sebarkan Paham di Medsos)
Namun, berkaca pada kejadian di Jakarta, 14 Januari 2016, masalah terorisme tidak bisa dianggap main-main. Selain menggunakan media sosial, Jokowi juga mengajak untuk mengatasi terorisme dengan pendekatan hard power dan soft power.
Pendekatan hard power dilakukan dengan Undang-Undang Terorisme yang saat ini sedang digodok. Sedangkan untuk soft power salah satu caranya adalah melakukan pendekatan agama dan kebudayaan dengan melibatkan masyarakat, organisasi masyarakat, dan keagamaan.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI