TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, posisi KMP (Koalisi Merah Putih) tetap menjadi wadah silaturahmi bagi partai-partai. Meski sebagian anggota partai beralih pandangan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo, KMP berusaha tetap eksis.
"KMP sebagai wadah silaturahmi, semacam paguyuban," kata Fadli Senin, 15 Februari 2016. Menurut Fadli, KPM sebagai wadah silaturahmi tidak terkait dengan perubahan sikap partai, yang semula menjadi di luar kini mendukung pemerintahan. Anggota KMP di dalam atau di luar pemerintahan, tidak masalah. "Apa yang dideklarasikan pada 2014, itu semua bicara tentang yang ideal."
Ideal yang dimaksud Fadli adalah bagaimana tata kelola pemerintahan yang ideal, dan tata negara yang ideal. Menurut Fadli, memang sejak awal KMP tidak pernah berbicara tentang apakah akan berada di dalam atau luar pemerintahan.
KMP merupakan kumpulan Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, PKS, dan PPP. Sewaktu Pemilu Presiden 2014, partai-partai ini menyokong calon presiden Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Rajasa. Sedangkan partai pendukung Presiden Joko Widodo yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, menamakan diri Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Di tengah perjalanan, sebagian partai anggota KMP menyatakan mendukung pemerintahan Jokowi-Kalla. Ini setidaknya dinyatakan oleh PAN dan Golkar. Isu yang beredar, dua partai ini akan mendapat jatah kursi menteri.
Baca Juga:
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, partai penyeimbang memiliki peran kontrol bagi pemerintah sehingga menjalankan fungsi demokrasi.
"Jalan demokrasi yang kami tempuh, sama mulianya dengan pendukung pemerintah, memegang kekuatan kontrol," kata Muzani di Gedung Nusantara IV, Jakarta, Senin.
Partainya, menurut Muzani, konsisten memegang peran sebagai partai penyeimbang. Sikap ini tetap dijalankannya meskipun dalam perpolitikan bahwa tidak ada oposisi ataupun koalisi abadi. "Ada kalanya kami mendukung (kebijakan) pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla apabila pro rakyat atau sebaliknya," ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Gerindra itu menyadari bahwa untuk mendapatkan kepercayaan rakyat di Pemilu 2019, partainya harus mendengar dan merasakan aspirasi rakyat. Dia mencontohkan sikap Gerindra yang menolak revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Alasan penolakan itu karena aspirasi rakyat menilai UU KPK tidak perlu direvisi. "Selama ini kami mendapat pandangan dan titipan aspirasi banyak pihak bahwa revisi UU KPK itu tidak perlu," katanya.
DIKO OKTARA