TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Sandra Moniaga, menyatakan penyebab kejahatan seksual tak hanya bersifat medis, tapi juga psikologis, sosial, bahkan kekuasaan. Penanganan masalahnya pun tak bisa sama, tapi harus lebih ekstra.
"Kalau kelainan psikologis, obatnya secara psikologis. Kalau medis, ya secara medis," kata Sandra di kantornya, Senin, 15 Februari 2016.
Menurut Sandra, Komnas HAM menilai hukuman kebiri yang ramai diwacanakan akhir-akhir ini tidak akan menyelesaikan masalah kejahatan seksual. Hukuman itu masuk dalam rancangan Peraturan Pengganti Undang-Undang Perlindungan Anak berupa kebiri kimiawi. Pelaku diberi anti-androgen melalui pil atau suntikan. Tujuannya memperlemah hormon testosteron.
Sandra menjelaskan, tindakan seperti itu hanya mengatasi penyebab dari sisi medis.
Pertimbangan tersebut menjadi salah satu alasan Komnas HAM menolak perpu mengenai hukuman kebiri. "Kalau hanya dilakukan kebiri, tidak menjawab masalahnya," ucap komisioner Komnas HAM lain, Roichatul Aswidar.
Alasan penolakan lain adalah melanggar hak asasi manusia. Berdasarkan Pasal 28g ayat 2 Konstitusi Indonesia, setiap orang berhak bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.
Ada pula aturan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Selain itu, tindakan tersebut bentrok dengan hak atas persetujuan tindakan medis serta hak perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang.
Pemberian bahan kimia pun harus sesuai dengan izin penerima. Jika terpidana menolak diberikan hukuman kebiri, putusan pengadilan tidak memiliki kekuatan. Jika pengadilan memaksa seorang dokter sebagai eksekutor, dokter itu melanggar kode etik.
Komnas HAM menyatakan perpu tentang pemberian hukuman kebiri sebaliknya dipertimbangkan kembali dan tidak diterbitkan. Pertimbangan tersebut diharapkan dapat menjadi perhatian para pengambil keputusan.
Sebelumnya, Jaksa Agung M. Prasetyo menuturkan Presiden Joko Widodo telah setuju diterapkannya hukuman tambahan berupa pengebirian bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak untuk menimbulkan efek jera.
VINDRY FLORENTIN