TEMPO.CO, Bima - Aparat Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap dua orang yang diduga merupakan anggota kelompok teroris Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS)—belakangan disebut Islamic State (IS)—di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Senin, 15 Februari 2016.
Mereka yang dibekuk adalah Imam alias Herman alias David dan Sogir alias Yanto. Sedangkan yang ditembak mati adalah Can alias Fajar alias Muhammad Fuad.
Menurut salah seorang polisi, dua terduga teroris yang tertangkap hidup-hidup telah mendeklarasikan diri mendukung ISIS dan sudah lama diintai. "Kepemilikan senjata api sudah cukup sebagai bukti awal," ujar polisi tersebut, Senin, 15 Februari 2016.
Salah seorang anggota Densus 88 mengatakan, di Poso Fajar dan Imam merupakan anak buah Santoso, pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur. Mujahidin termasuk kelompok yang mendukung ISIS.
Dari rumah Fajar, polisi menemukan sejumlah barang bukti, antara lain sepucuk pistol Baretta, 20peluru, sebuah bom rakitan, pisau komando dan beberapa buku ihwal jihad. Adapun dari rumah Imam polisi menyita bendera ISIS berwarna hitam dan bahan peledak yang akan dikirim ke Santoso di hutan Poso. “Can alias Fajar ini burunan Polda Sulawesi Tengah,” ujarnya.
Dalam operasi penyergapan yang diwarnai baku tembak pada Senin pagi itu seorang anggota Densus terluka. Sebutir peluru menembus lengannya sebelah kiri.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan penggerebekan tersebut kaitannya dengan jaringan Santoso. Hal itu diketahui, kata dia, karena pelaku yang ditangkap termasuk orang yang melakukan penembakan terhadap patroli di Poso. Selain itu juga terlibat dalam pembunuhan seorang Kapolsek di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Badrodin juga mengatakan bahwa akibat peristiwa itu, satu orang polisi tertembak di bagian tangan, dan hingga kini masih dirawat di rumah sakit. "Satu tersangka meninggal dunia," Badrodin menuturkan.
AKHYAR M. NUR | DIKO OKTARA