TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR menyatakan akan menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi apabila pemerintah tak kunjung bersikap atas revisi itu. Menurut anggota Komisi Hukum dari Fraksi PKS Nasir Djamil, pemerintah belum memiliki sikap yang jelas atas revisi UU tersebut.
"Juru bicara Presiden kan hanya mengatakan, kalau untuk penguatan KPK, kami setuju. Ini kan tidak jelas," kata Nasir saat dihubungi pada Ahad, 14 Februari 2016.
Nasir mengatakan, apabila Presiden Joko Widodo tak kunjung menentukan sikap terhadap revisi UU KPK, hal itu akan berdampak pada DPR. "Kalau DPR menyetujui tapi ternyata Presiden tidak mengeluarkan Surat Presiden, blunder. Kami khawatir, Presiden akhirnya menarik diri dari revisi UU KPK," tuturnya.
Nasir mengatakan, revisi UU KPK sudah masuk ke dalam Prolegnas 2016. Artinya, kata Nasir, revisi itu telah disepakati bersama oleh DPR dan juga pemerintah. "Menteri Hukum dan HAM setuju revisi itu masuk ke dalam Prolegnas pasti sudah melalui persetujuan Presiden" ujarnya.
Karena itu, Nasir berharap agar DPR dan pemerintah bersikap elegan dalam menyikapi opini-opini dari berbagai pihak yang menyebutkan bahwa revisi tersebut dapat melemahkan KPK. "Tidak boleh Presiden mengetes-ngetes," katanya.
Selain itu, ujar Nasir, poin-poin revisi dalam draf terbaru masih menjadi perdebatan, apakah itu melemahkan ataupun menguatkan. Karena itu, Nasir meminta agar terdapat penguatan terkait agenda pencegahan dan penindakan korupsi. "Kalau pasal-pasalnya tidak membangun sinergi antar aparat penegak hukum, tentu kami akan menolak," katanya.
Pada 10 Februari lalu, Badan Legislasi telah meminta pandangan mini-fraksi mengenai revisi UU KPK. Dalam rapat itu, hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi tersebut. Akan tetapi, belakangan, Fraksi Partai Demokrat juga menolak revisi itu. Revisi UU KPK pun akan dibawa ke rapat paripurna DPR pada Kamis pekan depan.
Dalam draf revisi UU KPK yang baru, terdapat empat poin yang akan direvisi. Adapun poin-poin yang akan direvisi adalah terkait dengan penyadapan, Dewan Pengawas, penyelidik dan penyidik independen KPK, serta pemberian kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
ANGELINA ANJAR SAWITRI