TEMPO.CO, Lumajang - Pos Pengamatan Gunung Api Semeru mendeteksi 100 kali gempa letusan dalam sehari, Jumat, 12 Februari 2016. Data yang diperoleh Tempo tersebut bersumber dari Pos Pengamatan Gunung Api Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.
Dalam perkembangan berikutnya, Sabtu, 13 Februari 2016, disebutkan bahwa kegempaan yang terjadi pada Jumat kemarin adalah gempa embusan 23 kali dengan amplitudo maximum 5-12 milimeter selama 20-55 detik.
Gempa letusan terjadi 100 kali dengan amplitudo maximum 15-30 milimeter selama 50-140 detik. Gempa tektonik jauh terjadi sekali dengan amplitudo maximum 15 milimeter selama 552 detik.
Tercatat juga gempa tremor terjadi tiga kali dengan amplitudo maximum 5-13 milimeter selama 25-55 detik periode 071-090. Gempa guguran terjadi sekali dengan amplitudo maximum 6 milimeter selama 85 detik.
Warga di sekitar Gunung Semeru mengaku mendengar suara gemuruh sejak Sabtu menjelang subuh. Anehnya, dalam pengamatan secara visual selama sehari pada Jumat kemarin tidak ada yang menonjol pada Gunung Semeru.
Letusan asap, guguran lava, sinar api, dan api diam pada malam hari sebelumnya juga tidak teramati. Suara letusan tidak terdengar. Sehingga tanpa tanda-tanda tersebut status aktivitas Gunung Semeru masih tetap di level waspada.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung menemukan penyebab guguran awan panas. Kepala PVMBG Edi Prasojo mengatakan dugaan sementara guguran awan panas Gunung Semeru adalah pembentukan kubah lava di bagian kawah.
"Karena setelah November 2015, semua parameter turun (tremor maupun jumlah guguran)," kata Edi melalui pesan singkat kepada Tempo.
Indikasinya, kata Edi, adalah guguran tidak terus menerus terjadi. Artinya, setelah guguran lava pijar pada Sabtu pagi, tidak ada lagi guguran berikutnya.
DAVID PRIYASIDHARTA