TEMPO.CO, Surabaya-Lima penjabat kepala daerah di Jawa Timur menolak mengambil gajinya selama lima bulan. Alasannya, dasar hukum atas gaji tersebut abu-abu, sehingga mereka memilih tidak mengambilnya selama mengisi kekosongan kepemimpinan karena pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak.
Pejabat Wali Kota Surabaya Nurwiyatno mengatakan lima pejabat kepala daerah lain juga mengikuti jejaknya menolak mengambil gaji adalah Pejabat Bupati Lamongan, Gresik, Mojokerto dan Jember.
“Dari 19 pejabat bupati/ wali kota di Jawa Timur, saya dan empat teman sudah berkomitmen untuk tidak menerima gaji,” kata Nurwiyatno saat berpamitan kepada wartawan kediaman Wali Kota Surabaya, Sabtu, 13 Februari 2016.
Menurut Nurwiyatno dasar hukum gaji sebagai pejabat bupati/ wali kota tidak jelas. Aturan itu menjelaskan bahwa apabila merangkap jabatan, maka pejabat tersebut hanya boleh mengambil gaji yang terbesar. “Gaji Pejabat Wali Kota Surabaya Rp 6,5 juta, sedangkan gaji saya sebagai Kepala Inspektorat Provinsi Jawa Timur Rp 8 juta. Jadi saya hanya mengambil yang Rp 8 juta itu,” kata dia.
Adapun 14 pejabat lainnya, kata Nurwiyatno, tetap mengambil gaji karena yakin bahwa aturannya sudah jelas. Mereka juga mendapatkan saran dari stafnya untuk menerima gaji itu. “Namun kalau nantinya ada masalah, mereka sudah siap untuk mengembalikannya,” kata dia.
Nurwiyatno mengklaim bahwa selama mengisi kekosongan Wali Kota Surabaya dirinya mampu menyelesaikan tiga tugas, yaitu mensukseskan pilkada, penyerapan anggaran dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016. “Alhamdulillah, tiga tugas yang diamanatkan oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo sudah saya selesaikan semuanya,” kata dia.
MOHAMMAD SYARRAFAH