TEMPO.CO, Surabaya -Tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mulai meneliti kelayakan pengeboran sumur baru PT Lapindo Brantas Inc di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Tim Kajian Kelayakan Teknis dan Sosial yang ditunjuk langsung oleh Gubernur Jawa Timur itu akan mengkaji lokasi pengeboran sumur baru itu selama tiga bulan.
Tim diketuai oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS, Adi Soeprijanto. "Mulai bekerja Februari ini." Peneliti, Amien Widodo menyampaikannya melalui rilis tertulis, Kamis, 11 Februari 2016.
Amin yang juga Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS itu mengungkapkan, penelitian ini melibatkan lebih dari 40 peneliti ITS. Tim dibagi empat bidang, yakni tim pengukuran geomatika/geodesi, tim geofisika untuk mengukur bawah permukaan maupun penurunan tanah, dan tim analisis risiko. "Satu tim akan mengkaji secara teknis dan persepsi sosial masyarakat di sekitar lokasi pengeboran."
Hasil penelitian nanti berupa mitigasi dan analisis risiko, sehingga bisa diketahui tingkat ancaman di daerah itu. Jika risikonya tinggi, tim akan mencari cara untuk menurunkannya. "Kalau memang sudah tidak bisa diatasi, pengeboran tidak bisa dilakukan di sana."
Menurut Amin, penelitian ini sangat penting bagi kelangsungan pengeboran sumur baru Lapindo mendatang. “Gubernur butuh data pendukung untuk bisa melanjutkan pengeboran atau tidak."
Rencana pengeboran tiga sumur baru, TGA-1, TGA-6, dan TGA-10, menuai protes dari masyarakat sekitar. Warga mengaku trauma, sehingga rencana pengeboran dihentikan sementara dan Lapindo menarik alat-alat beratnya.
Amien yang meneliti sejak tahun 2008 itu, secara tegas menyatakan bahwa pengeboran di sumur baru itu berisiko tinggi. Ia tahu betul, kondisi lokasi pengeboran yang letaknya hanya 2,5 kilometer di sebelah utara dari pusat semburan gas dan lumpur Porong itu. Pada 2008, terjadi penurunan tanah yang menyebabkan tanah retak, keluar gas, dan rumah penduduk rusak. "Tanah yang terdampak oleh peristiwa itu, berjarak sekitar 500 meter dari pusat semburan," ujar dia.
Dua tahun kemudian, Amien dan timnya kembali memeriksa kondisi di lokasi yang sama. Giliran tanggul bagian tengah ambles, sehingga menutup pusat semburan dan arah semburan semakin melebar. Tanah yang terdampak bertambah luas, menjadi dua kilometer dari pusat semburan.
ARTIKA RACHMI FARMITA