TEMPO.CO, Yogyakarta - Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, menampung 688 orang warga bekas pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sejak dua pekan lalu. Mereka menunggu dipulangkan ke daerah asal masing-masing. Untuk menyediakan konsumsi para pengungsi itu, Dinas Sosial, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Boyolali, meminta tambahan beras sebanyak dua ton dari Bulog.
“Beras Bulog harus kami tukarkan dulu dengan beras berkualitas bagus,” kata Kepala Seksi Asistensi dan Pengendalian Bantuan Sosial Dinsosnakertrans Boyolali, Rujito, Selasa 9 Februari 2016.
Rujito mengatakan, beras Bulog itu ditukarkan kepada para pedagang di wilayah Boyolali. Setelah melalui perhitungan selisih harga, dua ton beras Bulog itu ditukar menjadi 1,25 ton beras berkualitas bagus. Kini, beras tambahan tersebut masih dalam proses pengiriman.
Hingga Selasa siang, persediaan beras di dapur umum Asrama Haji Donohudan tinggal 13 karung. Setiap karung, berisi 25 kilogram beras. Tiap hari, dapur umum itu memasak sembilan karung beras untuk makan pagi, siang, dan sore. “Sekali memasak, kami menyiapkan 750 – 800 nasi bungkus, lengkap dengan sayur dan lauk sesuai standar penanganan bencana alam,” kata Rujito.
Ada pun juru masaknya, para anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Kepala Bidang Sosial Dinsosnakertrans Boyolali Hanik Nuril Qoyyimah, mengatakan bantuan logistik dari masyarakat bagi para pengikut Gafatar hanya mengalir pada hari-hari pertama mereka ditampung di Asrama Haji Donohudan.
Itu pun tidak terlalu signifikan jumlahnya. “Sejak itu sudah tidak ada lagi bantuan dari masyarakat,” kata Hanik. Menurut dia, kepedulian masyarakat terhadap nasib para bekas pengikut Gafatar tidak sebesar nasib para korban bencana alam. “(Gafatar) ini masuknya bencana sosial,” kata Hanik.
Bekas pengikut Gafatar asal Provinsi Papua, Rusli, 27 tahun, mengaku cocok dengan masakan khas Jawa Tengah buatan para anggota Tagana. “Masakannya enak. Di Papua, makanan kami sehari-hari Papeda (dari sagu). Meski sudah terbiasa makan nasi, kurang mantap rasanya kalau belum menyantap papeda,” kata Rusli yang sudah tidak sabar segera pulang ke Papua.
DINDA LEO LISTY