TEMPO.CO, Parepare - Pada Juni mendatang, Yassaroh mulai kuliah strata 3 bidang ilmu kimia di perguruan tertinggi ternama di Belanda, Universitas Groningen. Gadis 25 tahun ini memantapkan tekadnya untuk menyelesaikan kuliahnya itu paling lama empat tahun.
Setelah meraih gelar Phd, Yassaroh berjanji segera kembali ke Indonesia, untuk mengabdikan ilmunya. “Semoga apa yang saya lakukan bisa memberikan inspirasi bagi teman-teman yang masih muda,” kata Yassaroh kepada Tempo melalui telepon selulernya, Jumat, 5 Februari 2015.
Lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 23 Mei 1991, Yassaroh selalu bersyukur karena usahanya diberi kemudahan. Ia yakin, ini semua juga berkat dorongan kuat orang tuanya, Miftahuddin dan Marmina. Kendati tidak mampu secara ekonomi, Miftahuddin dan Marmina ingin anaknya bisa sekolah hingga perguruan tinggi.
Pendidikan Yassaroh dari kecil hingga remaja dihabiskan di Parepare, Sulawesi Selatan. Prestasinya di bangku SD Negeri 3, SMP Negeri 2, dan SMA Negeri 1 Parepare, selalu meraih juara. Pendidikan di Parepare dirampungkannya hingga 2009.
Setelah itu Yassaroh masuk Fakulas MIPA Universitas Negeri Makassar dan lulus S1 dengan indek prestasi komulatif (IPK) 3,97. Dari Makassar, ia melanjutkan S2 atau program pasca sarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kuliah dirampungnya pada 2015 dengan prestasi yang juga cemerlang, IPK 3,88. Bahkan ia pernah ke Jepang menjalani program pertukaran mahasiswa.
Kepintarannya membuat sejumlah lembaga mengulurkan bea siswa bagi Yassaroh saat menyelesaikan kuliah di Makassar maupun di Bandung. Di antaranya Bank BRI dan PT Pertamina. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), sebuah lembaga bea siswa bagi mahasiswa yang ingin menuntut ilmu di Belanda, menjadi pendukung biaya selama empat tahun di Belanda. “Apa yang saya capai saat ini belum sebanding dengan jerih payah orang tuaku,” ujar Yassaroh.
Yassaroh berkisah, beasiswa ke Belanda diperolehnya berkat bantuan seorang dosennya di ITB. Ia dikenalkan dengan seorang profesor dari Universitas Groningen. "Saya lulus untuk mendapatkan beasiswa tanpa syarat,” ucapnya. Saat itu ia juga mendapat tawaran kuliah S3 di Jepang. Tapi pilihannya ke Belanda.
Miftahuddin tak bisa menyembunyikan kebanggaannya terhadap prestasi Yassaroh. Ia rela menyisihkan penghasilannya sebagai penjual siomay keliling mengangsur kredit Rp 5 juta yang dipinjamnya dari sebuah bank untuk biaya pemondokan Yassaroh di Makassar dan Bandung. “Ilmu pengetahuan itu penting,” ucapnya saat ditemui di rumahnya di Jalan Samparaja, Kelurahan Ujung Bulu, Kecamatan Ujung, Kota Parepare.
Di rumah berukuran 4 X 16 meter, sang isteri membantu mencari nafkah dengan menjual nasi goreng. Marmina berkisah, semasa sekolah dasar sampai SMA Yassaroh selalu membantu berjualan nasi goreng. Kini Yassaroh telah membuat keluarga bangga. "Mungkin karena namanya Yassaroh, yang dalam Al Quran berarti dimudahkam jalannya," tuturnya.
DIDIET HARYADI SYAHRIR