TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Sorij mengaku pernah debat-kusir dengan pemimpin Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Ahmad Musadeq. “Tapi dia kalah, dan saat itu juga dia mencabut pengakuan sebagai nabi,” kata Said Aqil kepada Tempo, Rabu, 3 Februari 2016.
Said menceritakan kejadian itu saat dia sedang mewawancarai Musadeq terkait dengan pengakuannya sebagai nabi pada 2007. Musadeq tak bisa berkutik saat diajak berdebat oleh Said tentang pengetahuan dan sejarah Islam.
Dia masih ingat, kejadian itu terjadi pada Jumat, 9 Desember 2007. Di hadapan Said dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Musadeq kemudian mengaku bertobat. Dia juga dibimbing untuk mengucapkan kalimat syahadat, tanda kembali pada syariah Islam yang diajarkan Nabi Muhammad.
Setelah menjalani masa tahanan, Musadeq kemudian bebas dan mendirikan Gafatar. Said tidak menyangka bahwa pria yang sebelumnya sempat bertobat itu kembali berulah dengan mendirikan Gafatar. Modusnya, kata Said, dengan menawarkan perbaikan ekonomi dan menyatukan tiga agama menjadi satu kepercayaan.
Baca: Ditetapkan Sesat, Polri Dalami Unsur Pidana Gafatar
“Dari informasi yang saya dapatkan, pemeluk Gafatar berkeyakinan tidak salat jika korupsi dan maksiat masih dilakukan,” katanya. Menurut Said, ajaran itu dianggap oleh Nahdlatul Ulama sebagai ajaran yang menyimpang. “Karena itu, saya mendukung fatwa MUI.”
Saat ini Said mengaku tengah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk membina warga mantan penganut Gafatar yang kembali dari Kalimantan ke Jawa. Semua pesantren di Indonesia diharapkan dapat menerima mantan penganut Gafatar untuk diajak kembali ke syariah Islam.
Sedangkan terkait dengan pengurus Gafatar, PBNU mendesak agar pemerintah menangkap Musadeq dan menghukumnya. “Tapi itu tugas pemerintah untuk menghukum pemimpinnya,” katanya. Menurut dia, saat ini yang terpenting adalah membina mantan penganut Gafatar.
AVIT HIDAYAT