TEMPO.CO, Belopa - Pemerintah Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, menuding Pemerintah Kota Palopo mencaplok Mes Trimurti. Meski terletak di Jalan Opu Tosappaile, Kota Palopo, bangunan itu diklaim sebagai aset Pemerintah Kabupaten Luwu. “Kami menerima laporan adanya beberapa pegawai Kota Palopo mengosongkan mes, lalu memasang papa nama Kantor Dinas Perhubungan dan Informatika Kota Palopo,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Luwu, Andi Baso Tendriesa, Rabu, 3 Februari 2016.
Laporan itu diteruskan kepada Bupati Luwu, Andi Mudzakkar. Bupati memerintahkan Satpol PP menurunkan papan nama tersebut. Selasa lalu, 2 Februari 2016, perintah bupati itu dilaksanakan. Puluhan personil Satpol Kabupaten Luwu menurunkan paksa papan nama itu. “Kami tidak bisa membiarkan ada pihak atau instansi mengklaim itu milik Pemerintah Kota Palopo,” ujar Baso, sembari menjelaskan puluhan personil Satpol PP tetap ditugaskan menjaga Mes Trimurti.
Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Luwu, Arsal Arsyad, mengatakan Mes Trimurti dahulu dijadikan tempat tinggal bagi beberapa pegawai negeri sipil dan anggota DPRD Luwu dari Fraksi ABRI. Ia mengajukan opsi untuk berkonsultasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai penengah guna mendapatkan jalan keluar. "Daripada saling klaim,” ucapnya. Namun, ia memastikan Mes Trimurti masih menjadi aset Pemerintah Kabupaten Luwu.
Sekretaris Kota Palopo, Muhammad Kasim Alwi, mengatakan ihwal aset milik Pemerintah Kabupaten Luwu yang berada di Kota Palopo sedang diupayakan penyelesaiannya secara baik-baik. Namun, ia tidak menjelaskan alasan pemasangan papan nama Kantor Dinas Perhubungan dan Informatika Kota Palopo di depan Mes Trimurti. “Kami sedang membahasnya dengan Pemerintah Kabupaten Luwu,” tuturnya.
Sebelumnya kedua daerah berseteru ihwal kepemilikan lahan Pusat Niaga Palopo. Pada saat diperkarakan oleh Buya Andi Ikhsan Mattotorang, sebagai ahli waris pemilik lahan, Andi Baso Mattotorang, 87 tahun, justeru Pemerintah Kota Palopo lepas tangan dan mengatakan itu milik Pemerintah Kabupaten Luwu. "Gugatan itu salah alamat, seharusnya ditujukan kepada Pemkab Luwu,” kata Wali Kota Palopo, Judas Amir, beberapa waktu lalu.
Hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Buya Andi Ikhsan Mattotorang memenangkan gugatan. Mahkamah Agung memerintahkan Pemerintah Kota Palopo membayar ganti rugi Rp 38 miliar. Andi Baso Mattotorang meminta para pedagang meninggalkan Pusat Niaga Palopo.
Judas bergeming. Pemerintah Kota Palopo sebagai tergugat tidak begitu saja mau mengalah dengan alasan masih ada upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK). “Kami punya novum sebagai dasar PK,” ucapnya, sembari meminta para pedagang tetap bertahan.
Sebaliknya, Wakil Bupati Luwu, Amru Saher, membantah lahan Pusat Niaga Palopo masih milik Pemerintah Luwu, karena sudah beralih menjadi aset Pemerintah Palopo ketika terjadi pemekaran, yakni Palopo menjadi kota otonom dan lepas dari induknya, Kabupaten Luwu. “Itu sudah diserahkan ke Pemkot Palopo dan Pemkot Palopo memungut retribusi dari para pedagang.”
Amru mengatakan, masih ada delapan aset tidak bergerak milik Pemerintah Luwu yang masih berada di Kota Palopo. Di antaranya Balai Latihan Kerja di Kelurahan Balandai, Kota Palopo.
HASWADI