TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Mabes Polri membongkar sindikat perdagangan satwa langka di Jakarta Pusat. "Dari penangkapan, kami menemukan penjualan kulit harimau, karapaks penyu, hingga kulit buaya," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Jenderal Anang Iskandar, Selasa, 2 Februari 2016.
Menurut Anang, tersangka yang ditangkap berinisial SH. Dia kedapatan menjual berbagai jenis hewan langka, di antaranya, penyu, kulit buaya, dan taring harimau. Modusnya membuka usaha kerajinan dan konveksi tas, sepatu, serta dompet dari kulit.
Kejahatan SH terbongkar setelah Direktorat Tindak Pidana Tertentu mengembangkan kasus sebelumnya. Polisi kemudian menggerebek pelaku di rumahnya, yakni di kawasan Jakarta Pusat.
Tersangka dijerat Pasal 21 ayat (2) huruf b dan d juncto Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukuman paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Anang menjelaskan, penjualan satwa liar merupakan bentuk pelanggaran terhadap konvensi internasional yang disahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Aturan itu disepakati Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. "Kejahatan seperti ini juga merupakan tindak kejahatan lintas negara," kata Anang.
Berdasarkan data kepolisian, harimau Sumatera kini tinggal 400-600 ekor di Indonesia. Jumlah tersebut dikategorikan kritis dalam daftar merah kepunahan. International Union for Conservation of Nature telah menyatakan penyu laut masuk dalam red list of threatened species (daftar merah spesies yang terancam).
AVIT HIDAYAT