TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri LBH APIK, Nursyahbani Katjasungkana, menegaskan, saat peristiwa penganiayaan yang diduga dilakukan Masinton Pasaribu terjadi, Dita Aditia tidak dalam keadaan mabuk.
"Kalau dia mabuk berat, enggak mungkin dia pergi ke polisi dan rumah sakit," katanya saat ditemui di kantor LBH APIK Jakarta pada Senin, 1 Februari 2016.
Ia mengatakan apa yang dikatakan Masinton Pasaribu—anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan—bahwa Dita dalam kondisi mabuk berat merupakan ucapan yang sering dilontarkan masyarakat saat melakukan kekerasan terhadap perempuan dalam masyarakat patriarki.
"Menggambarkan bahwa dia (Dita) seorang 'bad girl' yang pulang malam dan enggak mungkin seorang anggota Dewan yang terhormat melakukan tindak kekerasan," katanya. Menurut Nursyahbani, ini pola yang biasa ditemui dalam beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan.
Menurut pengakuan Dita, yang diceritakan kepada Nursyahbani, Masinton merupakan sosok yang temperamental dan ingin mengontrol semuanya, termasuk kehidupan para stafnya. Nursyahbani juga menegaskan bahwa tidak ada hubungan khusus yang terjadi antara Dita dan Masinton.
Baca: Masinton Pasaribu Diduga Pukul Dita Aditia Dua Kali
Soal ketakutan Masinton yang menanyakan berulang-ulang kepada Dita mengenai rahasianya yang takut dibocorkan Dita ke teman-temannya, Nursyahbani mengatakan tak ada rahasia apa-apa menurut pengakuan Dita. "Apa sih rahasianya yang ditakuti? Dita di sana enggak ngobrol soal pekerjaan."
Nursyahbani, yang pernah menjadi anggota DPR dari Fraksi PKB periode 2004-2009, mengimbau sebaiknya istilah “asisten pribadi” dihilangkan saja. Makna kata tersebut menimbulkan pemahaman seolah memiliki orang itu kadang posesif, padahal asisten pribadi digaji negara.
DIKO OKTARA