TEMPO.CO, Boyolali - Sebagian pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, meminta pemerintah mengganti semua modal yang mereka keluarkan selama ikut hijrah atau eksodus ke Kalimantan Barat.
“Kami sudah menuruti permintaan pemerintah dibawa ke sini (Boyolali). Sekarang kami tidak punya apa-apa lagi. Kalau kami tidak boleh kembali ke Kalimantan, pemerintah harus mengganti rugi semua aset kami yang tertinggal di sana,” kata Siti Aminah, 48 tahun, Senin, 1 Februari 2016.
Siti adalah warga asli Provinsi Lampung. Pada Desember 2015, Siti dan suaminya memutuskan bergabung dengan sejumlah sanak saudaranya yang sudah sekitar setengah tahun pindah ke Ketapang, Kalimantan Barat. “Di sana, tidak ada yang namanya Gafatar. Kami cuma ingin menyusul sanak saudara, menggarap lahan pertanian,” kata Siti. Di Ketapang, Siti dan 84 keluarga lain menempati lahan 40 hektare milik warga setempat.
Siti mengaku membawa modal sebesar Rp 185 juta dari hasil menjual kebun dan sawah di kampung halaman. “Ada yang modalnya sampai Rp 200 juta lebih. Semua uang itu kami kumpulkan untuk membeli lahan, membangun rumah, membeli traktor, hewan ternak, dan lain-lain,” ujar Siti.
Bersama sejumlah warga lain, Siti dan suaminya mendapat jatah lahan seluas tujuh hektare untuk ditanami bermacam sayuran dan buah semangka. “Rencananya, kalau sudah panen, hasilnya akan dibagi sesuai dengan besar modal awal masing-masing,” kata Siti.
Belum genap sebulan mengolah lahan, Siti dan 84 keluarga lain diminta pemerintah mengungsi ke Jawa karena buntut dari kasus penyerangan permukiman pengikut Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat.
Menurut Siti, hanya ada waktu empat hari bagi mereka untuk menjual sebagian aset meliputi sepeda motor, sapi, kambing, traktor, dan lain-lain. “Semua dijual dengan harga murah. Uangnya kami bagi untuk ongkos selama di Jawa,” kata Siti, yang tiba di Asrama Haji Donohudan, sejak Rabu pekan lalu.
Siti belum tahu kapan akan dijemput tim dari pemerintah Lampung. “Kalau harus pulang ke Lampung, kami minta pemerintah membeli tanah kami di Kalimantan sesuai dengan harga yang dulu kami bayarkan. Kami butuh uang untuk memulai hidup dari nol,” katanya.
Hal senada diutarakan Zainudin, 40 tahun, pengikut Gafatar asal Sumatera Utara. Bersama istri dan empat anaknya, Zainudin berangkat ke Ketapang sejak Oktober 2015. “Modal saya sekitar Rp 40 juta. Uang itu sebagian besar dari pinjaman. Kami minta pemerintah membeli semua aset yang tertinggal di sana demi kelangsungan hidup kami,” katanya.
DINDA LEO LISTY