TEMPO.CO, Jakarta - Kehadiran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) meresahkan banyak kalangan, tak terkecuali Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Ia memandang organisasi yang menyebut diri sebagai pengikut agama Nabi Ibrahim itu menimbulkan masalah sosial.
“Ini bukan hanya tentang organisasi sosial, tapi juga paham-paham keagamaan yang meresahkan,” katanya di Balai Kota, Jumat, 29 Januari 2016. Lukman mengatakan banyak pemeluk Islam yang meninggalkan ajaran agamanya dan mengikuti ajaran yang tidak sesuai.
Karena itu, ujar Lukman, tahun ini Kementerian Agama lebih mengintensifkan pendekatan kepada keluarga. Setiap keluarga harus tahu paham agama dan keyakinan apa yang dianut masing-masing anggota keluarga.
“Khususnya orang tua harus tahu,” ujarnya. Ia mewanti-wanti jangan sampai ada yang mengaku islam tapi mengatakan salat itu tidak wajib lagi dan boleh tidak patuh kepada orang tua.
Selanjutnya, keluarga juga dituntut tahu dari mana paham itu didapatkan. Sebab, saat ini kemudahan akses informasi bisa membahayakan masyarakat yang menerima informasi yang salah. Untuk belajar agama, kata Lukman, seseorang harus ke pihak yang mempunyai otoritas. “Tidak cukup belajar agama lewat situs atau blog,” tuturnya.
Mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menganggap pemimpin Al-Qiyadah al-Islamiah, Ahmad Mushadeq, sebagai Satrio Piningit atau Satria Piningit. Satrio Piningit adalah seseorang yang selama ini tidak muncul namanya dan hadir untuk menjadi semacam juru selamat atau ratu adil.
Selain mengagung-agungkan Mushadeq, eks anggota Gafatar menganggap Presiden Sukarno sebagai nabi. Sebab, Sukarno bisa merumuskan Pancasila, yang dianggap sebagai intisari dari semua kitab suci. Namun nabi yang mereka maksudkan adalah orang yang menyampaikan kebenaran.
MAYA AYU PUSPITASARI